JAKARTA, KORAN INDONESIA – Platform streaming musik terbesar di dunia, Spotify, mengumumkan tengah bekerja sama dengan sejumlah label besar untuk mengembangkan alat berbasis kecerdasan buatan (AI) secara “bertanggung jawab”.
Perusahaan mengatakan ingin menciptakan teknologi AI yang mengutamakan artis dan penulis lagu, serta menghormati hak cipta mereka.
Untuk itu, Spotify akan melisensikan musik dari tiga raksasa industri musik, Sony Music, Universal Music Group, dan Warner Music Group, yang mendominasi sebagian besar pasar global.
Selain tiga label besar tersebut, kerja sama ini juga melibatkan perusahaan hak musik Merlin serta firma digital Believe.
Meski belum dijelaskan seperti apa bentuk alat AI yang akan dikembangkan, Spotify menyebut bahwa mereka sudah mulai mengerjakan produk pertamanya.
Spotify juga menegaskan bahwa mereka memahami ada beragam pandangan tentang penggunaan AI dalam dunia musik, dan berencana memberikan kebebasan bagi artis untuk memilih apakah mereka ingin ikut serta atau tidak.
Langkah ini muncul di tengah meningkatnya penolakan dari sejumlah musisi besar seperti Dua Lipa, Sir Elton John, dan Sir Paul McCartney, yang mengkritik perusahaan AI karena menggunakan karya mereka untuk melatih model tanpa izin maupun kompensasi.
Spotify menegaskan komitmennya untuk memastikan artis, penulis lagu, dan pemegang hak cipta mendapat bayaran yang layak serta kredit yang transparan.
“Teknologi seharusnya selalu melayani artis, bukan sebaliknya,” ujar Alex Norstrom, Co-President Spotify.
Namun, tidak semua pihak menyambut langkah ini dengan antusias. Perusahaan manajemen artis asal New Orleans, MidCitizen Entertainment, menilai kehadiran AI justru telah mencemari ekosistem kreatif.
Mitra pengelola Max Bonanno mengatakan bahwa lagu buatan AI telah mengurangi porsi pendapatan yang sudah terbatas dari royalti streaming yang diterima para artis.
Di sisi lain, pengumuman ini mendapat dukungan dari Ed Newton-Rex, pendiri organisasi Fairly Trained yang memperjuangkan hak kreator dalam era AI.
“Sebagian besar industri AI itu eksploitatif. AI dibangun dari karya orang lain tanpa izin dan disajikan tanpa memberi kesempatan bagi kreatornya untuk bersuara,” ujarnya kepada BBC News.
“Tapi ini berbeda, fitur AI yang dibuat secara adil, dengan izin artis, dan disajikan kepada penggemar sebagai pilihan, bukan sesuatu yang dipaksakan,” tambahnya.
Spotify menegaskan bahwa perusahaan tidak pernah membuat musik sendiri menggunakan AI, melainkan hanya memanfaatkan teknologi tersebut untuk fitur personalisasi seperti “Daylist” dan AI DJ.
Platform ini juga menjadi tuan rumah bagi musik buatan AI, namun baru-baru ini memperketat aturan terhadap artis yang tidak mengungkapkan penggunaan AI atau menggunakan suara tiruan artis lain.
Contohnya, pada 2023 Spotify menghapus lagu viral buatan AI yang menggunakan suara tiruan Drake dan The Weeknd.
Teknologi AI kini memang semakin banyak digunakan di berbagai tahap produksi musik, mulai dari autotune, mixing, hingga mastering.
Bahkan lagu terakhir The Beatles, “Now and Then”, yang memenangkan Grammy pada 2023, menggunakan AI untuk membersihkan suara John Lennon dari rekaman lama.
“Kami selalu berfokus untuk memastikan AI bekerja demi artis dan penulis lagu, bukan melawan mereka,” kata Robert Kyncl, CEO Warner Music Group.
“Itu berarti bekerja sama dengan mitra yang memahami pentingnya perjanjian lisensi AI yang dapat melindungi dan memberi kompensasi kepada pemegang hak cipta dan komunitas kreatif,” lanjutnya.***
Baca juga: Xiaomi 15T Segera Rilis di Indonesia, Intip Spesifikasi dan Perkiraan Harganya