JAKARTA, KORAN INDONESIA – Isu kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2026 membuat publik ramai, usai Menkeu Sri Mulyani menyinggung perlunya penyesuaian iuran demi menjaga keuangan negara.
“Dalam kerangka pendanaan, skema pembiayaan perlu disusun secara komprehensif untuk menjaga keseimbangan kewajiban antara tiga pilar utama yakni masyarakat/peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah,” ujar Sri Mulyani.
“Untuk itu, penyesuaian [kenaikan] iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program,” tambahnya.
Pernyataan itu sempat ditafsirkan publik sebagai sinyal kenaikan iuran BPJS. Namun, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, menegaskan hal tersebut tidak benar.
“Kenaikan anggarannya ada. Bukan tarifnya, perbaikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” kata Luky di Gedung DPR RI, dilansir CNBC, Sabtu, 23/8/2025.
Menurutnya, yang bertambah adalah anggaran kesehatan nasional secara keseluruhan, bukan tarif iuran BPJS yang harus dibayar masyarakat.
Tambahan dana tersebut tercatat dalam pos belanja fungsi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan.
“Iya, fungsi kesehatan. Kenaikan anggarannya ada,” tegasnya.
Berdasarkan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2026, anggaran kesehatan ditetapkan sebesar Rp244 triliun.
Jumlah tersebut naik 15,8% dibanding outlook 2025 yang sebesar Rp210,6 triliun.
Dari total dana itu, Rp123,2 triliun dialokasikan untuk layanan kesehatan masyarakat.
Porsi terbesar diberikan untuk subsidi iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan anggaran Rp69 triliun.
Subsidi tersebut akan menanggung 96,8 juta penerima bantuan iuran (PBI) serta 49,6 juta peserta PBPU.
Baca juga: Viral Video Guru Beban Negara, Kemenkeu Luruskan Ucapan Sri Mulyani