JAKARTA, KORAN INDONESIA – Film animasi ‘Merah Putih: One For All’ mendadak jadi perbincangan panas di media sosial. Banyak yang penasaran setelah tahu proyek ini dikerjakan oleh Perfiki Kreasindo.

Film ini digarap oleh sutradara sekaligus penulis Endiarto dan Bintang, sementara kursi produser diisi Toto Soegriwo.
Lewat unggahan di Instagram @totosoegriwo, Toto membocorkan kalau biaya produksinya tembus Rp6,7 miliar.
Fakta uniknya ialah pengerjaan animasi ini selesai dalam waktu kurang dari satu bulan demi bisa tayang menjelang 17 Agustus.
Proses yang super cepat ini bikin warganet bertanya-tanya. Banyak yang menilai proyek ini seperti dikebut habis-habisan, mengandalkan “the power of deadline”.
Dari video di kanal YouTube Yono Jambul, terungkap kalau sebagian aset visualnya ternyata dibeli dari store Daz3D, bukan dibuat sendiri.
“Mereka ada adegan jalan kan. Nah mereka belinya aset street of Mumbai. Aneh banget kan makanya jalannya,” ucapnya, dilansir Detik, Senin, 11/8/2025.
Akibatnya, suasana film dinilai kurang terasa lokal. Bahkan menurut banyak penonton, nuansanya aneh dan kualitas animasinya terkesan seadanya.
Beberapa karakter dan latar hanya dibeli dengan harga belasan dolar, tapi entah mengapa biaya produksi disebut sampai miliaran.
Sebagai perbandingan, anime populer seperti ‘One Piece’ atau ‘Demon Slayer’ memakan biaya sekitar Rp1,8 miliar per episode, tapi kualitasnya jauh di atas film ini.
Menanggapi kritik warganet, sang produser memberi respons yang dianggap agak nyinyir.
“Senyumin aja. Komentator lebih pandai dari pemain. Banyak yang mengambil manfaat juga kan? Postingan kalian jadi viral kan?” tulis Toto di Instagram.
Rencananya, ‘Merah Putih: One For All’ akan tayang di bioskop mulai 14 Agustus 2025.
Trailernya sudah diunggah di channel YouTube Perfiki TV, CGV Kreasi, dan Historika Film.
Film ini diklaim sebagai animasi bertema kebangsaan pertama di Indonesia.
Ceritanya berlatar di sebuah desa yang bersiap merayakan Hari Kemerdekaan. Sekelompok anak dipilih menjadi “Tim Merah Putih” untuk menjaga bendera pusaka.
Namun, sebelum upacara, bendera tersebut hilang, dan mereka yang berasal dari latar budaya berbeda harus bekerja sama untuk menemukannya.
Baca juga: Sah! Arbani Yasiz Lepas Masa Lajang di Usia 30 Tahun



