KORAN INDONESIA – Atlet voli putri Indonesia, Megawati Hangestri, menjadi sorotan di media sosial usai tampak marah dan mengamuk saat live di TikTok menanggapi komentar netizen.
Megawati, yang pernah memperkuat Red Sparks di Liga Korea Selatan, terlihat kehilangan kesabaran karena kritik terhadap penampilannya di kompetisi terbaru.
Cuplikan live berdurasi 1 menit 8 detik itu diunggah akun X @Kimchaena14 pada Selasa (6/5/2025) dan telah ditonton lebih dari 3,3 juta kali.
Dalam video tersebut, Megawati menanggapi komentar yang membandingkan dirinya saat ini dengan saat bermain di Korea.
“Punya otak nggak kalian, aku nggak pernah latihan 20 hari, baru latihan sehari, terus aku disuruh main kayak di Korea yang latihan 3 bulan, nggak ada otak memang kalian. Bodoh, bodoh tahu nggak,” kata Megawati dengan nada tinggi, dikutip Rabu (7/5).
“Record nih, record nih, record nih, yang sudah record aku latihan di Proliga cuma 1 hari terus aku disuruh main kayak di Korea yang hanya 3 bulan latihan sama 1 hari bedanya, kalau punya otak itu mikir, jangan ngehujat anjir,” ujarnya lagi.
Ngeri banget livenya pic.twitter.com/zDBd1KbQ5t
— #14 🩵 (@kimchaena14) May 6, 2025
Respons Megawati memicu reaksi netizen. Salah satu pengguna X menilai Megawati sedang mengalami tekanan mental.
“Setelah melihat video cuplikan live-nya Mega, aku mengamati kalau Mega ini sedang mengalami fase stress & burnout dari efek media sosial. Sayangnya, alih-alih detoks medsos, Mega memilih untuk terus merespons segala hal yang tertuju pada dirinya, dalam hal ini, ekspektasi fans,,” cuit salah satu pengguna X.
Lantas, apa sebenarnya fase stres dan burnout pada atlet seperti yang dimaksud? Berikut penjelasannya…
Stres dan Burnout Atlet karena Media Sosial
Melansir berbagai sumber, atlet sering menghadapi tekanan fisik dan mental yang berat akibat jadwal latihan dan kompetisi yang padat, waktu istirahat yang terbatas, serta tuntutan dari pelatih, rekan setim, penggemar, dan diri sendiri.
Tekanan ini semakin besar karena ekspektasi publik dan komentar negatif di media sosial yang menyasar performa mereka. Hal ini dapat menimbulkan stres, kecemasan, kelelahan mental, bahkan penurunan konsentrasi.
Media sosial juga menambah tekanan bagi atlet untuk selalu menjaga citra dan reputasi diri maupun tim.
Beberapa atlet bahkan merasa terpaksa terus aktif demi memenuhi harapan sponsor atau mempertahankan jumlah pengikut, apalagi sejak ada aturan, seperti Name, Image, and Likeness (NIL) di Amerika Serikat yang memungkinkan atlet meraih keuntungan finansial dari popularitasnya. Tekanan untuk terus menciptakan konten bisa memperburuk kondisi mental atlet.
Sebabkan Gangguan Tidur
Penggunaan media sosial di malam hari juga berkaitan erat dengan gangguan tidur. Paparan layar sebelum tidur mengganggu ritme sirkadian dan meningkatkan kecemasan, sehingga membuat kualitas tidur menurun.
Banyak atlet yang masih aktif di media sosial hingga satu jam sebelum tidur, yang berdampak negatif terhadap performa olahraga keesokan harinya.
Penelitian menunjukkan, kualitas tidur yang buruk berkontribusi terhadap penurunan daya tahan, konsentrasi, dan proses pemulihan dari cedera.
Khususnya bagi atlet muda dan perempuan, media sosial dapat memperburuk gangguan tidur dan meningkatkan kelelahan mental.
Beberapa penelitian bahkan mencatat bahwa aktivitas menggulir media sosial sebelum latihan menurunkan performa teknis dan daya tahan, serta memperlambat pengambilan keputusan.
Tekanan psikologis ini sering kali tidak disadari publik, tetapi sangat memengaruhi kemampuan atlet dalam bertanding. Atlet, pelatih, dan tim medis perlu bekerja sama menciptakan ruang aman agar media sosial tidak menjadi beban tambahan dalam karier olahraga.***
Baca juga: Menyalurkan Emosi Marah dengan Sehat