Dari Korban PHK Jadi Petani Modern, Kelompok Milenial Kediri Sukses Pasok Sayur Berkualitas ke Swalayan

Bagikan

KEDIRI, KORAN INDONESIA – Pertanian di Kediri terus bergerak maju. Salah satu motor penggeraknya adalah Kelompok Tani Maju Milenial, kelompok binaan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Kediri. Kelompok ini lahir pada tahun 2021 sebagai wadah bagi pekerja yang terkena PHK akibat pandemi Covid-19 dan ingin beralih profesi menjadi petani.

Anggotanya 25 orang, mayoritas berusia 35–45 tahun, dengan latar pendidikan SMA hingga sarjana. Meski awalnya bukan dari dunia pertanian, mereka berhasil membuktikan diri sebagai petani modern. Produksi mereka fokus pada sayuran segar seperti sawi, selada, kangkung, serta buah melon tahan virus yang punya pasar tetap di swalayan.

Dari lahan terbuka ±1.400 m², kelompok ini rata-rata meraih penghasilan Rp10 juta per anggota per bulan. Dengan standar mutu swalayan—sayuran segar dikemas 500 gram, melon minimal 800 gram dengan tingkat kemanisan 11 brix—hasil panen mereka terbukti berkualitas.

Namun, tantangan besar menanti. Mulai 2025, pemerintah meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk siswa. Kebutuhan hariannya mencapai 620 kilogram sayur dan buah, sementara Kabupaten Kediri ditargetkan menyuplai 25 persen dari total kebutuhan. Itu artinya, Kelompok Tani Maju Milenial dituntut meningkatkan kapasitas produksi sekaligus menjaga mutu.

Keterbatasan Sistem Lama

Sebelumnya, kelompok ini mengandalkan irigasi tetes (drip irrigation) untuk budidaya. Teknologi ini memang menghemat air dan listrik, tetapi ada kelemahan:

  • Sistem mudah tersumbat jika kualitas air kurang baik.
  • Siklus tanam relatif lambat karena menggunakan media tanah.
  • Manajemen pascapanen masih tradisional, membuat sebagian produk tidak lolos standar mutu.

Akibatnya, meskipun panen stabil, produktivitas sulit ditingkatkan secara signifikan. Padahal, permintaan pasar—apalagi MBG—menghendaki kontinuitas dan kualitas tinggi.

 

Inovasi IoT-Agri NFT

Jawaban atas tantangan ini datang melalui program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) dari Akademi Komunitas Negeri Putra Sang Fajar Blitar. Tim dosen lintas bidang membawa inovasi baru: IoT-Agri Kontrol Sistem Nutrient Film Technique (NFT).

Metode NFT sendiri merupakan salah satu model hidroponik. Air nutrisi dialirkan tipis ke akar tanaman melalui pipa atau talang, kemudian bersirkulasi kembali ke bak penampung. Dengan cara ini, akar langsung menyerap nutrisi tanpa hambatan media tanah. Hasilnya, pertumbuhan lebih cepat, risiko penyakit lebih rendah, dan kualitas panen lebih seragam.

Yang membedakan, sistem ini dipadukan dengan IoT-Agri—perangkat kontrol berbasis sensor dan mikrokontroler. Alat ini memantau suhu, kelembapan, pH, dan nutrisi secara real-time. Data dikirim ke aplikasi, dan sistem otomatis menyesuaikan aliran air, dosis pupuk, hingga sirkulasi udara. Bahkan, IoT-Agri bisa menutup aliran saat hujan deras atau tetap berfungsi ketika listrik padam berkat baterai cadangan dan panel surya.

Ketua Tim PkM, Adimas Ketut Nalendra, menegaskan bahwa IoT-Agri dirancang agar teknologi tidak rumit bagi petani.

“IoT-Agri bekerja secara otomatis. Sensor membaca kondisi lingkungan, lalu sistem menyesuaikan kebutuhan tanaman. Kalau nutrisi kurang, pompa menambah larutan. Kalau suhu naik, kipas pendingin aktif. Semua bisa dipantau lewat aplikasi di ponsel. Jadi petani tidak perlu lagi menebak-nebak kapan harus menambah air atau pupuk. Dampaknya langsung terasa: kualitas produk lebih terjaga, hasil panen bisa naik sampai 50 persen, dan pemborosan air maupun listrik berkurang drastis,” jelas Adimas.

Ia menambahkan, sistem ini juga membantu menjaga nilai gizi sayuran dan buah hingga tahap distribusi. Dengan demikian, produk yang sampai di swalayan atau program MBG tetap segar, sesuai standar mutu.

Suara dari Lapangan

Samudi, pemilik lahan yang menjadi lokasi utama kegiatan, merasakan sendiri manfaat inovasi ini.

“Dulu kami sering khawatir soal pasokan air dan konsistensi hasil. Kadang ada panen yang tidak sesuai standar, akhirnya terbuang. Dengan NFT berbasis IoT ini, semuanya lebih terkontrol. Panen lebih cepat, kualitas lebih tinggi, dan kerja kami lebih ringan. Kami optimistis bisa memenuhi target program MBG,” ujar Samudi.

 

Dampak Sosial Ekonomi

Penerapan IoT-Agri NFT tidak hanya soal teknologi, tetapi juga berdampak langsung ke ekonomi lokal.

  • Pendapatan anggota meningkat karena hasil panen lebih banyak dan lebih berkualitas.
  • Lapangan kerja bertambah. Sebelumnya, 100–200 orang terlibat sebagai buruh tani dan pengemasan. Dengan kapasitas baru, angka itu berpotensi naik dua kali lipat.
  • Efek domino ekonomi. Peningkatan produksi memberi peluang lebih besar bagi warung, transportasi, hingga industri kemasan lokal.

Lebih jauh, program ini juga memperkuat ketahanan pangan Kediri. Dengan ikut serta dalam MBG, kelompok tani ini berperan langsung dalam pemenuhan gizi siswa dan mendukung target Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya mengakhiri kelaparan (SDG 2) dan mendukung pertumbuhan ekonomi (SDG 8).

 

Strategi Pelaksanaan

Program PkM ini tidak berjalan instan. Ada empat tahapan yang dilakukan tim pengabdi:

  1. Sosialisasi – mengenalkan konsep NFT dan IoT-Agri kepada kelompok tani.
  2. Penerapan teknologi – instalasi sistem hidroponik lengkap dengan perangkat IoT.
  3. Pelatihan dan pendampingan – transfer ilmu, mulai dari budidaya, pengendalian hama berbasis data, hingga pengolahan pascapanen.
  4. Evaluasi dan keberlanjutan – memastikan sistem berjalan baik dan membahas strategi jangka panjang bersama mitra.

Metode ini memastikan petani tidak hanya menerima alat, tetapi juga menguasai cara merawat dan mengembangkannya.

 

Dukungan Pemerintah dan Perguruan Tinggi

Tim PkM beranggotakan dosen dan mahasiswa lintas bidang, mulai dari teknik informatika hingga teknologi hasil pertanian. Keterlibatan mahasiswa juga sejalan dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), memberi mereka pengalaman nyata di lapangan.

Kegiatan ini terlaksana berkat dukungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

“Kami berterima kasih kepada kementerian yang sudah mendanai kegiatan ini. Tanpa dukungan tersebut, hasil riset kampus tidak mungkin bisa diterapkan langsung ke masyarakat. Harapan kami, program ini jadi contoh nyata bahwa inovasi perguruan tinggi bisa memberi dampak ekonomi sekaligus sosial,” tambah Adimas.

 

Menatap ke Depan

Penerapan IoT-Agri NFT di Kediri menunjukkan bahwa pertanian milenial bisa maju dengan teknologi. Tidak hanya meningkatkan produktivitas, tapi juga memberi solusi berkelanjutan yang ramah lingkungan.

Kelompok Tani Maju Milenial kini bukan sekadar produsen sayur dan buah. Mereka adalah bagian penting dari rantai ketahanan pangan Jawa Timur, bahkan nasional. Dengan dukungan kampus, pemerintah, dan semangat gotong royong, inovasi ini siap menjadi model replikasi untuk desa-desa lain.

Pemberdayaan petani milenial lewat IoT-Agri NFT adalah bukti nyata bahwa teknologi dan masyarakat bisa berjalan seiring. Kediri memberi teladan: ketika kampus, petani, dan pemerintah bersatu, pertanian tak hanya sekadar bertahan—tapi melesat maju, mendukung kesejahteraan dan masa depan generasi muda bangsa.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top