JAKARTA, KORAN INDONESIA – IBM dan NASA baru-baru ini memperkenalkan open-source foundation model terbaru bernama Surya, yang dirancang khusus untuk memahami data observasi matahari beresolusi tinggi.
Model ini dikembangkan untuk memprediksi aktivitas matahari yang berpotensi memengaruhi Bumi serta teknologi luar angkasa, mulai dari navigasi GPS, jaringan listrik, hingga telekomunikasi.
Nama Surya diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti Matahari, sekaligus mencerminkan misi utama proyek ini.
Matahari memainkan peran penting dalam kehidupan modern, namun sifatnya yang dinamis membawa risiko besar.
Fenomena seperti suar matahari (solar flares) dan lontaran massa korona (coronal mass ejections) dapat mengakibatkan kerusakan satelit, gangguan pada sistem navigasi penerbangan, pemadaman listrik berskala besar, hingga ancaman radiasi bagi para astronot.
Menurut analisis risiko sistemik yang dilakukan oleh Lloyd’s, badai matahari dapat menyebabkan kerugian ekonomi global hingga USD 2,4 triliun dalam lima tahun, dengan kerugian tahunan mencapai USD 17 miliar.
Baca Juga : FaktaIklim Hadir Sebagai Inovasi Teknologi AI dalam Perang Melawan Hoaks Iklim
Fenomena matahari yang terjadi belakangan ini sudah membuktikan dampaknya, mulai dari terganggunya layanan GPS, pengalihan jalur penerbangan, hingga kerusakan satelit dan penurunan produksi pangan.
Di tengah meningkatnya ketergantungan manusia pada teknologi berbasis luar angkasa dan ambisi eksplorasi ruang angkasa yang lebih jauh, prediksi cuaca matahari menjadi semakin krusial.
Kehadiran Surya dinilai sebagai langkah signifikan dalam penerapan kecerdasan buatan (AI) untuk memperkuat riset cuaca antariksa.
Baca Juga : 3 Cara Praktis Maksimalkan Hiburan Keluarga di Rumah
IBM menegaskan, Surya merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mengadopsi pendekatan generatif dan otomatis, yang memungkinkan pengembangan algoritma secara lebih cepat dan berskala besar.
Surya juga melengkapi lini foundation model IBM yang sebelumnya menghadirkan Prithvi, yaitu model geospasial dan cuaca.
Dengan desain dan metode pelatihan unik, Surya dan model serupa dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti mendeteksi pola cuaca ekstrem, memperbaiki resolusi spasial simulasi iklim global, meningkatkan akurasi representasi proses fisik dalam model numerik, hingga menghasilkan perkiraan berdasarkan observasi lokal.
Baca Juga : PLN Icon Plus Aktif Dukung PLN dan ESDM dalam Menghadirkan Solusi Listrik Berkelanjutan
Keunggulan Surya didukung oleh basis data yang kuat. Model ini telah menjalani pra-pelatihan menggunakan data observasi Bumi selama 40 tahun terakhir dari Modern-Era Retrospective Analysis for Research and Applications, Versi 2 (MERRA-2) milik NASA.
Dengan modal data historis tersebut, Surya dapat digunakan pada berbagai skala, baik global, regional, maupun lokal, untuk mendukung riset iklim maupun cuaca jangka pendek.
Sebagai langkah penting dalam mendemokratisasi akses teknologi, IBM dan NASA merilis Surya melalui platform Hugging Face.
Langkah ini membuka peluang bagi peneliti, ilmuwan, hingga industri di seluruh dunia untuk mengembangkan aplikasi baru yang relevan dengan kebutuhan wilayah maupun sektor masing-masing.
“Di IBM, misi kami dalam memanfaatkan AI bukan hanya untuk inovasi, tetapi juga untuk inklusivitas yang dapat membantu peneliti dan organisasi di Indonesia mempersiapkan respons operasional.
Baca Juga : Industri Otomotif Indonesia: Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Dengan merilis Model AI ini di Hugging Face, kami membuka akses bagi para ilmuwan, pelaku bisnis, dan pembuat kebijakan membangun di atas fondasi bersama untuk meningkatkan kesadaran iklim.
Inilah bagaimana keterbukaan diwujudkan menjadi ketahanan praktis bagi sistem yang diandalkan masyarakat setiap harinya,” ujar Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia.
Dengan hadirnya Surya, IBM dan NASA menegaskan komitmen mereka dalam mendorong penemuan ilmiah berbasis AI sekaligus memperkuat kesiapan global menghadapi ancaman cuaca antariksa di masa depan.