Industri Kecantikan Sumbang 60 Ribu Pekerjaan, L’Oréal Tekankan Peran Ekonomi dan Sosial di Hadapan Mahasiswa UMN

Bagikan

JAKARTA, KORAN INDONESIA – Industri kecantikan bukan hanya tentang penampilan, tetapi juga motor ekonomi yang mendorong pertumbuhan pasar nasional, identitas sosial yang membentuk cara kita berinteraksi, serta sumber empowerment yang membuka peluang karier dan kemandirian bagi jutaan orang. Bersama Universitas Multimedia Nusantara (UMN), L’Oréal menghadirkan diskusi dan bedah buku The Essentiality of Beauty, sebuah agenda yang menggabungkan temuan data industri, teori dan konsep akademik, dan pengalaman personal untuk mengungkap satu benang merah: esensi peran industri kecantikan di kehidupan masyarakat.

Acara ini menjadi ruang dialog yang menempatkan generasi muda sebagai pusat percakapan. Di hadapan ratusan mahasiswa UMN, para pembicara membahas bagaimana  beauty tidak lagi dimaknai sebatas penampilan fisik, tetapi berkembang menjadi bahasa budaya, sarana ekspresi identitas, medium pemberdayaan, hingga motor pertumbuhan ekonomi. Diskusi ini juga membuka wawasan tentang bagaimana generasi muda dapat mengambil peran dalam membentuk masa depan industri kecantikan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan penuh peluang.

Kecantikan: Industri Strategis yang Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Industri kecantikan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peran strategisnya. Pada 2024, nilai pasar nasional mendekati Rp175 triliun, naik hampir 50% dalam tiga tahun. Dalam lima tahun terakhir lebih dari 400 ribu izin edar kosmetik diterbitkan, dan 69% di antaranya diproduksi secara lokal. Data ini memperlihatkan bagaimana kecantikan menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia.

Ekosistem ini melibatkan rantai panjang, mulai dari petani bahan baku, pekerja pabrik, peneliti, hingga inovator. Industri kecantikan menopang sekitar 60 ribu pekerjaan langsung dan jutaan pekerjaan tidak langsung, dengan lebih dari 4 juta unit ritel dan 105 ribu salon di seluruh negeri. Perannya bukan hanya sebagai sektor konsumsi, tetapi juga sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi yang nyata.

“Kecantikan adalah sektor yang dinamis, bukan sekadar konsumsi, tetapi motor pertumbuhan ekonomi. Setiap inovasi produk memicu rantai peluang baru bagi peneliti, tenaga kerja, hingga wirausahawan muda. Karena itu kami percaya industri ini harus dipandang sebagai pendorong penting pembangunan Indonesia,” jelas Melanie Masriel, Chief of Corporate Affairs, Engagement, and Sustainability L’Oréal Indonesia.

Namun, kecantikan tidak berhenti di angka ekonomi. Dari perspektif akademik, kecantikan dapat dibaca sebagai fenomena sosial. Cara seseorang merawat diri, memilih gaya, atau menggunakan produk tertentu adalah bentuk komunikasi yang menyampaikan identitas diri. “Kecantikan bekerja seperti bahasa, ia punya simbol, makna, dan interpretasi. Mahasiswa perlu melihat industri ini bukan sekadar menjual produk, tapi juga membentuk makna sosial yang memengaruhi cara kita berinteraksi,” terang Cendera Rizky Anugrah Bangun, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UMN.

Kecantikan: Industri Penting bagi Masyarakat yang Telah Menjadi Kebutuhan Dasar Manusia

Bagi generasi muda, keberlanjutan telah berkembang menjadi kebutuhan dasar dalam pola konsumsi. Buku The Essentiality of Beauty menunjukkan 82% Gen Z di Indonesia bersedia membayar lebih untuk produk ramah lingkungan, sementara 88% peduli pada isu krisis iklim. Angka ini menandakan bahwa konsumen muda tidak lagi melihat keberlanjutan sebagai tren sementara, tetapi sebagai faktor utama dalam menentukan pilihan produk yang mereka gunakan setiap hari.

L’Oréal Indonesia menanggapi perubahan ini melalui program global L’Oréal for the Future. Sejak 2023, pabrik L’Oréal di Jababeka telah beroperasi sepenuhnya dengan energi terbarukan, dan lebih dari 300 ton limbah pasca konsumsi berhasil diolah kembali. Perusahaan juga menghadirkan inovasi konkret seperti solusi refill, kemasan daur ulang, serta formulasi berbasis green science. Langkah-langkah ini memperlihatkan bahwa keberlanjutan telah menjadi bagian dari cara kerja industri, bukan sekadar janji komunikasi.

Dari perspektif akademik, keberlanjutan dipahami sebagai simbol sosial generasi muda. Membawa tumbler, memilih skincare eco-friendly, atau menggunakan produk refill dipandang sebagai cara berkomunikasi tentang identitas. “Tindakan ini menyampaikan kepedulian sekaligus modernitas. Dengan dukungan pesan yang konsisten dari brand, influencer, dan komunitas, sustainability berkembang menjadi budaya konsumsi baru,” ujar Cendera Rizky Anugrah Bangun, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UMN.

Kecantikan: Refleksi Kesehatan dan Hidup yang Seimbang

Kecantikan memiliki keterkaitan langsung dengan kesehatan dan kesejahteraan. Data dalam buku The Essentiality of Beauty menunjukkan 80% perempuan merasa lebih bahagia dan 88% lebih percaya diri setelah menggunakan produk kecantikan. Sebaliknya, 98% individu dengan masalah kulit melaporkan gangguan emosional, 47% menggunakan makeup untuk menutupi kekurangan, dan 50% perempuan menyatakan kondisi rambut sangat berpengaruh pada rasa percaya diri. Angka-angka ini menegaskan bahwa kecantikan bukan sekadar faktor estetika, melainkan berperan nyata dalam mendukung mental well-being.

Bagi generasi muda, hubungan antara kecantikan dan well-being terasa semakin personal. Rutinitas perawatan diri, pilihan gaya, maupun penggunaan produk tertentu dilihat sebagai cara untuk menjaga keseimbangan emosional sekaligus membangun identitas. “Bagi generasi saya, kecantikan adalah ruang ekspresi sekaligus peluang karier. Dari content creator, beauty entrepreneur, sampai product reviewer, jalurnya semakin terbuka. Industri ini tidak lagi berhenti di meja rias, tetapi menjadi ekosistem tempat kami bisa berkarya dan berkontribusi,” ungkap Agatha Chelsea, Entertainer, Neuroscience Educator, dan Founder Newronedu.

Dari perspektif akademisi, kaitan ini memiliki dimensi sosial yang lebih luas. Dr. Rismi Juliadi, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UMN, menjelaskan: “Kecantikan sejatinya adalah harmoni. Ia tidak hanya tampak pada aspek fisik, tetapi juga hadir dalam diri seseorang—bagaimana kita berpikir, bersikap, dan berinteraksi. Harmoni inilah yang menjadikan kecantikan mampu memberikan keseimbangan, baik bagi individu maupun masyarakat.”

Pandangan ini menegaskan bahwa kecantikan bersifat multidimensi. Ia bukan hanya faktor penampilan, tetapi juga instrumen penting untuk membangun kepercayaan diri, kesehatan mental, dan kualitas hidup yang lebih baik. Dengan pemahaman seperti ini, mahasiswa dan generasi muda dapat melihat kecantikan sebagai ruang yang menyatukan aspek pribadi, sosial, dan emosional, sehingga relevan untuk kehidupan sehari-hari maupun masa depan industri.

Pada akhirnya, The Essentiality of Beauty menegaskan bahwa kecantikan berperan strategis di banyak lapisan: sebagai motor ekonomi, bahasa sosial, ruang ekspresi generasi muda, sekaligus medium keberlanjutan dan kesejahteraan. Melalui kolaborasi dengan UMN, L’Oréal Indonesia menegaskan bahwa generasi muda bukan sekadar konsumen, melainkan mitra penting dalam membawa industri kecantikan menuju masa depan yang lebih inklusif, inovatif, dan bertanggung jawab.

“Kami percaya kecantikan adalah kekuatan yang mampu menghadirkan perubahan nyata. Dengan memahami esensi kecantikan dari perspektif ekonomi, sosial, hingga keberlanjutan, generasi muda dapat mengambil peran aktif membentuk masa depan industri ini. And you are all the future of this legacy,” tutup Melanie Masriel.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top