JAKARTA, KORAN INDONESIA – Di kedalaman hampir 200 meter perut bumi Afrika Selatan, ribuan pekerja tambang batu bara Coalbrook menjalani hari seperti biasa. Mereka tak menyangka, Kamis, 21 Januari 1960, akan menjadi hari paling kelam dalam sejarah pertambangan dunia.
Tambang Coalbrook yang sudah beroperasi sejak 1905 dikenal sebagai pemasok utama energi. Produksinya mencapai jutaan ton batu bara per tahun.
Namun, dibalik itu, keselamatan pekerja sering diabaikan.
Dilansir CNBC, Sabtu, 20/9/2025, $iang hari, beberapa pekerja mulai resah mendengar suara gemuruh di dalam lorong tambang.
Udara semakin berat, tanda bahaya kian terasa. Meski khawatir, mereka tetap melanjutkan pekerjaan karena takut hukuman bos.
Pukul 16.30, malapetaka benar-benar terjadi. Dinding tambang runtuh, tanah berguncang, udara menipis.
Beberapa pekerja yang berhasil keluar justru dipaksa bos untuk kembali ke bawah tanah. Alasannya, produksi tidak boleh berhenti. Jika menolak, ancamannya penjara.
Dua jam kemudian, runtuhan besar kembali terjadi. Sebanyak 437 pekerja yang berada di kedalaman 182 meter pun terjebak.
Upaya penyelamatan dilakukan dengan pengeboran dari atas, berharap masih ada celah udara. Namun, hasilnya nihil.
Investigasi mengungkap fakta tragis: ratusan pekerja bukan sekadar terjebak, tapi benar-benar terkubur hidup-hidup bersama gas beracun. Jasad mereka tidak pernah diangkat hingga kini.
Belakangan diketahui, tambang Coalbrook sebenarnya sudah rapuh dan seharusnya ditutup.
Namun, karena harga batu bara tinggi, perusahaan tetap memaksa tambang beroperasi tanpa peralatan yang memadai. Keserakahan itu akhirnya merenggut nyawa ratusan pekerja.
Ironisnya, pengadilan kala itu hanya menyebut tragedi Coalbrook sebagai ‘kecelakaan kerja’ tanpa kompensasi sedikit pun bagi keluarga korban.
Baca juga: Prabowo ke New York, Siap Berpidato di Sidang PBB



