KORAN INDONESIA – PKSPL IPB University melaksanakan forum diskusi terkait peningkatan produksi ikan kecil di Indonesia, terutama ikan bilih dan wader pari di Sumatera Barat dan Yogyakarta belum lama ini.
Forum diskusi tersebut diselenggarakan dalam rangka mengantisipasi kelangkaan dan kepunahan ikan endemik Indonesia yaitu ikan Bilih (Mystacoelucus padangensis).
Diketahui, PKSPL IPB University yang notabene bergerak dibidang pesisir, lautan dan perikanan bersama GAIN (Global Alliance for Improve Nutrient) tahun 2025 ini memulai evaluasi effectivitas re stocking yang pernah dijalankan oleh berbagai pihak selama ini.
Pihak yang tercatat telah melakukan pengayaan stok melalui re stocking diantaranya PT Semen Padang yang bekerjasama dengan Universitas Bung Hatta. Selain itu, KKP melakukan introduksi di Danau Toba untuk melacak habitat baru yang memungkinkan ikan bilih berkembang.
Pertemuan diskusi tersebut secara resmi dibuka oleh Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Ir Rahmat Mulianda M.Mar dan dihadiri oleh berbagai pihak antara lain ;
Dr Jarot Indarto (Bappenas), Ir. Inge Retnowati ME (KLH), Prof Endi Setiadi (KKP), Dr Ivana Yuniarti (BRIN), Prof. Dr. Bambang Retnoaji (UGM). Dari Pemerintah provinsi Sumbar hadir Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar (Dr. Reti Wafda), Prof Dr. Syahroma (BRIN), serta berbagai pihak lainya yang hadir secara online dan ofline. Tercatat 32 orang tercata hadir offline san 47 oranh hadir secara online melalui jaringan zoom yang disediakan panitia.
Dalam Sambutannya Ir. Rahmat yang akrab disapa KRM (Kang Rahmat) menyampaikan pesan bahwa pengelolaan ikan kecil dan langka harus memperhatikan 6 hal yaitu zonasi, pengukuran stok, siklus hidup ikan, pengaturan penangkapan, pengembangan budidaya dan kebijakan yang mengikat.
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sumberdaya Ikan Dr Syahril Abdul Raup menyampaikan tata kelola ikan perairan umum daratan ini harus dilakukan secara sinergi semua pihak menurut karakteristik habitatnya.
“Jangan sampai terjadi eksploitasi berlebih tanpa konservasi dan budidaya,”katanya.
Pengelolaan Berimbang dengan Budidaya
Senada dengan KRM, direktur Konservasi Spesies dan Genetik, Dr Sarminto Hadi dalam keterangan tertulisnya diterima koranindonesia.net pada Rabu, 4 Juni 2025, menyampaikan agar penetapan suatu spesies sebagai spesies dilindungi dalam kelompok CITES tidak menyebabkan hilangnya fungsi pemanfaatan oleh masyarakat.
“Jadi kita harus hati – hati mengembangkan usulan perlundungan, karena akan berdampak hilangnya potensi pemanfaatan termasuk pemenuhan gizi masyarakat,”ujarnya.
Apalagi jika kemudian lanjut Dr Sarminto, ikan langka ini dimasukan dalam kelompok CITES, akan menjadi perhatian dunia yang kemudian hari dapat membatasi akses masyarakat.
“Maka pilihanya tidak lain adalah pengelolaan berimbang dengan mengembangkan budidaya,”tegasnya.
Populasi ikan Bilih di Danau Singkarak makin berkurang
Sementara itu, kepala PKSPL IPB University Prof Dr Yonvitner menyampaikan bahwa tata kelola pemanfaatan ikan bilih bisa dibagi dalam dua pilihan.
“Pilihan utama pemanfaatan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan gizi masyarakat lokal dipenuhi dari penangkapan. Kemudian untuk pemenuhan kebutuhan pasar dapat dipenuhi dari usaha komersial,”ujarnya.
Menurut dia, komersialisasi usaha perikanan Bilih untuk pemenuhan permintaan konsumsi restoran padang dan pasar nasional lainya sudah tidak sanggup dibebankan pada kemampuan Alami Danau Singkarak.
Karena kondisi danau tersebut lanjut dia, sudah mengalami tekanan berat dari berbagai aktivitas penangkapan, sampah dan pencemaran antropogenik, serta degradasi lahan hulu dan persaingan dengan spesies invasive sudah sangat mustahil memacu produksi dari danau Singkarak tanpa ada rekayasa produksi.
Sejalan dengan Prof Yon Vitner, Prof Dr Hafrijal Syandri dari Universitas Bung Hatta menyampaikan rekayasa teknik dengan arsa reservat ikan bilih bisa dilakukan. Namun persaingan ruang dan makanan dengan biota invasive tidak mudah mengendalikan.
“Keberhasilan Universitas Bung Hatta dan PT Semen Padang dalam melakukan re-stocking juga tidak mudah dalam memperbaiki stok ikan yang terdegradasi,”ucapnya.
Karena kebiasaan masyarakat dalam menangkap ikan yang tidak terkontrol akan terus menguras ikan ikan kecil sekalipun. Paradigma bahwa ikan adalah rezeki yang dianugerahkan Tuhan kepada masyarakat sumbar, tidak serta merta dimanfaatkan habis sekaligus, karena Tuhan pun mengingatkan agar kita hanya mengambil sebagian agar tidak punah.
Langkah berikutnya yang dipersiapkan PKSPL IPB University bersama GAIN adalah menyiapkan standar pedoman restoking, partisipasi para pihak dan pengayaan stok, pelestarian, dan monitoring.
“Langkah ini juga diharapkan bisa diiringi pemerintah provinsi Sumatera Barat dengan memperkuat regulasi dan pengaturan yang berimbang antara pemanfaatan dan pelestarian mengantisipasi kepunahan ikan bilih,”pungkasnya.***