Studi HCC: 1 dari 3 Orang Indonesia Tidak Setuju Ibu Menyusui di Tempat Umum

Bagikan

JAKARTA, KORAN INDONESIA – Dalam peringatan Pekan Menyusui Sedunia 2025, Health Collaborative Center (HCC) meluncurkan laporan studi bertajuk “Persepsi dan Dukungan pada Ibu Menyusui di Tempat Umum”, yang mengungkapkan fakta mencemaskan bahwa 1 dari 3 orang Indonesia masih memiliki persepsi negatif atau kontra terhadap ibu yang menyusui di ruang publik.

Dalam studi model eksperimen sosial berbasis visual online ini, sebanyak 731 responden
berpartisipasi melalui survei daring pada 4–5 Agustus 2025.

Mereka diminta menanggapi berbagai skenario ibu menyusui di tempat umum, pabrik, perkantoran, taman, transportasi umum, tempat makan, hingga kafe.

Temuan Kunci 1:
• 30% responden menyatakan tidak nyaman, dan
• 29,7% merasa gelisah saat melihat ibu menyusui di tempat umum.
• Bahkan, 50% responden sangat tidak setuju jika ibu menyusui dilakukan tanpa penutup,
• 29% merasa ibu hanya boleh menyusui di ruang khusus.

“Ini bukan sekadar soal kenyamanan visual. Ini soal hak dasar perempuan. Ketika masyarakat
masih menolak praktik menyusui di ruang publik, berarti kita belum sepenuhnya mendukung ibu
dan anak secara sosial,” jelas Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, peneliti utama dan
pendiri Health Collaborative Center.

Temuan Kunci 2:
Penolakan paling tinggi muncul terhadap lokasi publik yang sehari-hari digunakan masyarakat:
• 33,8% menolak ibu menyusui di transportasi umum,
• 34,6% menolak di taman atau ruang terbuka,
• 32,8% menolak di kafe, dan
• 30,6% menolak di tempat makan.

Menurut Ray yang sering memberi edukasi lewat akun instagram @ray.w.basrowi ini, tren ini
menunjukkan bahwa publik masih mendorong ibu untuk “bersembunyi” saat menyusui, alih-alih
menciptakan lingkungan inklusif. “Kita butuh lebih dari sekadar ruang laktasi.

Kita butuh perubahan budaya,” tegas dokter yang juga inisiator Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa.

Dukungan Pasangan Menjadi Kunci

Salah satu temuan positif dari studi ini menunjukkan bahwa ketika ibu menyusui didampingi
pasangan, mayoritas responden menilai momen tersebut sebagai hangat, penuh cinta, dan
membahagiakan.

Ini memperkuat hasil studi HCC sebelumnya yang menyatakan bahwa dukungan
pasangan dan inner circle adalah pendorong paling efektif dalam keberhasilan menyusui, terutama
bagi ibu pekerja.

Ray menegaskan bahwa menyusui adalah aktivitas alami, sehat, dan penuh perjuangan, bukan
sesuatu yang memalukan atau tabu.

“Jika kita gagal menormalkan menyusui di ruang publik, maka
kita gagal memahami makna paling dasar dari keadilan sosial dan kesehatan ibu-anak,” tutupnya.

Untuk itu, Ray melalui Health Collaborative Center (HCC) menyerukan perlunya penajaman
kebijakan ruang publik yang ramah ibu menyusui serta kampanye edukasi nasional untuk melawan
stigma visual. Juga perlu adanya kolaborasi lintas sektor untuk mendukung ibu dan anak dalam
ruang sosial yang inklusif.

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top