Studi IBM: Banyak Perusahaan di Asia Pasifik Mengira Sudah Siap AI, Padahal Masih Tertinggal

Bagikan

JAKARTA, KORAN INDONESIAStudi terbaru yang diinisiasi IBM (NYSE: IBM) mengungkap bahwa meskipun organisasi di Asia Pasifik sudah meningkatkan investasi dalam kemampuan AI dan Industri 4.0, banyak yang menilai tingkat kesiapan mereka lebih tinggi dari yang sebenarnya dan masih menghadapi tantangan mendasar dalam adopsi menyeluruh.

Kesenjangan yang besar ini menunjukkan sebuah peluang besar: dengan fokus yang tepat,  perusahaan dapat mengubah ambisi menjadi aksi nyata dan mempercepat peralihan dari Industri 4.0 menuju Industri 5.0.

 Laporan berjudul “APAC AI-Driven Industry 4.0: Building Tomorrow’s Industries” menilai kesiapan perusahaan besar di sektor manufaktur, energi & utilitas di Asia Pasifik.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa banyak perusahaan telah berinvestasi lebih awal pada teknologi digital, terutama di bidang seperti desain dan rantai pasok.

Namun, untuk memaksimalkan manfaat yang bisa dihasilkan, dibutuhkan visibilitas menyeluruh, koordinasi lebih kuat, dan tulang punggung digital berbasis AI. 

Industri 4.0 Berbasis AI di Asia Pasifik: Ambisi vs. Realita

Meski 85% responden menilai diri mereka sebagai “Data-Driven” atau “AI-First,” penilaian objektif studi tersebut menemukan hanya 11% yang berada pada tahap kesiapan lebih tinggi (9% Data-Driven; 2% AI-First).

 Kesenjangan ini berisiko membuat investasi strategis salah arah jika para pemimpin perusahaan menilai tingkat kesiapan mereka lebih tinggi dari yang sebenarnya karena bisa berpotensi mengabaikan  hambatan yang ada  dan menghentikan laju kemajuan  transformasi.

 Hambatan utama meliputi:

  • Ketidaksesuaian Strategi: Hanya 10% organisasi yang memiliki strategi Industri 4.0 sepenuhnya terintegrasi, sementara 70% memiliki strategi tanpa eksekusi, rencana yang terpisah-pisah tanpa keterpaduan, atau uji coba yang terisolasi, sehingga berisiko menghasilkan kemajuan yang terfragmentasi dan kurang efektif.
  • Kelemahan pada Aspek SDM dan Adopsi: Hanya 19% yang khawatir tentang resistensi dari karyawan, dan hanya 26% yang menjalankan program peningkatan keterampilan atau manajemen perubahan secara formal, sehingga hanya 16% yang merasa siap dengan keahlian internal mereka. Tanpa investasi terarah pada pengembangan kapabilitas dan keterlibatan karyawan, uji coba AI berisiko terhenti.
  • Eksekusi Terisolasi: Sekitar 67% menjalankan use case ad hoc di tingkat departemen, dan 73% tidak memiliki mekanisme untuk berbagi pengetahuan lintas tim, yang menghambat kolaborasi dan inovasi. Pendekatan terdesentralisasi ini dapat menghambat kolaborasi dan memperlambat laju inovasi.
  • Lambannya Modernisasi Inti: Hanya 40% yang telah mengadopsi predictive maintenance secara luas, dan hanya 37% yang memiliki visibilitas rantai pasok secara real-time, sehingga membuat organisasi rentan terhadap downtime dan gangguan operasional.
  • Integrasi AI yang Terbatas: Meskipun 63% memfokuskan AI pada proses yang terisolasi, hanya 10% yang menjadikan AI/ML sebagai pilar strategis, sehingga operasi cerdas secara end-to-end sebagian besar belum terwujud.

 

Menjembatani Kesenjangan: Langkah Asia Pasifik Menuju Kesiapan Industri 5.0

Ke depannya, peralihan dari Industri 4.0 ke Industri 5.0 yang menempatkan fokus pada manusia, keberlanjutan, dan ketahanan sebagai inti masih menjadi tantangan besar:

  • Hanya 23% organisasi yang memiliki mekanisme feedback pelanggan untuk mendukung pengambilan keputusan strategis di fungsi seperti desain produk dan operasional.
  • Hanya 28% yang telah berinvestasi dalam pemantauan keberlanjutan secara real-time, dan hanya seperempat di antaranya yang dapat mengukur serta melaporkan kemajuan secara efektif.
  • Kesiapan ketahanan siber masih memiliki fokus yang sempit: 50% organisasi hanya mengandalkan kontrol dasar (firewall dan keamanan endpoint), dengan adopsi terbatas pada praktik lanjutan seperti penilaian risiko vendor, SIEM, atau tata kelola berbasis AI.

Memperkuat area-area di atas menjadi kunci untuk memastikan transformasi industri yang tahan terhadap tantangan masa depan serta membangun kepercayaan, kemampuan beradaptasi, dan manfaat jangka panjang.

Sisi Positif: Pemimpin Asia Pasifik  Menunjukkan Kepemimpinan

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, whitepaper ini menyoroti sejumlah contoh penerapan terdepan Industri 4.0:

  • Dongjin Semichem (Korea Selatan) menerapkan platform Gen AI lokal yang aman bernama ASK, yang didukung oleh IBM watsonx.ai, untuk mempercepat pengambilan keputusan berbasis AI di seluruh R&D dan operasional.
  • SMART Modular Technologies (Malaysia) memanfaatkan IBM Maximo Visual Inspection untuk mengotomatisasi penjaminan kualitas, sehingga memungkinkan kecepatan dan presisi dalam manufaktur berisiko tinggi.
  • Volkswagen FAW Engine (Cina) menunjukkan dampak kepemimpinan terstruktur berbasis data, dengan memangkas waktu tunggu hingga 40% melalui integrasi 5G, AI, dan teknologi robotika otonom.

“Kawasan Asia Pasifik memiliki posisi unik untuk memimpin transformasi Industri 4.0 berbasis AI. Dengan strategi nasional yang kuat, kolaborasi aktif antara sektor publik dan swasta, serta kemauan untuk bereksperimen, kawasan ini akan terus berinovasi dengan penerapan nyata,” ujar Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia.

“Di Indonesia, yang akan unggul adalah mereka yang membangun fondasi digital yang aman dan adaptif, sekaligus yang  memberdayakan orang-orangnya untuk mengubah ide-ide berani menjadi aksi nyata. Manusia tetap menjadi inti dari bisnis.”

Menentukan Arah ke Depan: Rekomendasi untuk Pemimpin Industri di Asia Pasifik

Untuk menjembatani kesenjangan antara ambisi dan realitas, serta mempersiapkan landasan menuju Industri 5.0, organisasi perlu mengadopsi pendekatan strategis yang menyeluruh:

  • Membangun Strategi Teknologi yang Berorientasi pada Penciptaan Manfaat: Selaraskan adopsi teknologi dengan hasil bisnis dan ROI yang terukur.
  • Manfaatkan Teknologi Inti untuk Dampak dalam Lintas Fungsi: Perkuat terlebih dahulu platform inti untuk mewujudkan visibilitas menyeluruh dan mendorong berbagi pengetahuan antar fungsi.
  • Perlakukan Data sebagai Aset Strategis: Hilangkan silo dan integrasikan data lintas fungsi untuk membangun fondasi siap-AI yang mendorong wawasan di seluruh perusahaan.
  • Bersiap untuk Integrasi Teknologi yang Cepat: Kembangkan pendekatan agile untuk mengintegrasikan teknologi baru secara efisien dengan infrastruktur yang sudah ada.
  • Tanamkan Pemikiran Industri 5.0 Saat Ini Juga: Pusatkan transformasi yang berfokus pada manusia, keberlanjutan, dan ketahanan untuk membangun perusahaan yang siap menghadapi masa depan.

“Seiring dengan organisasi yang semakin mengarah pada perubahan menuju Industri 5.0, mereka dapat mengubah proofs of concept yang terisolasi menjadi solusi berskala perusahaan guna mendorong keunggulan kompetitif serta membuka masa depan industri yang berpusat pada manusia. AI pun tetap menjadi salah satu alat pemberdayaan terbaik untuk bisnis saat ini,” pungkas Kosasih.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top