BOGOR, KORAN INDONESIA – Pasca ditutupnya kawasan tambang di Bogor Barat oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi belum lama ini, dampaknya mulai terasa, salah satunya terjadi kelangkaan bahan material batu, split, Makadam, Sirdam dan pasir.
Langkanya material bangunan tersebut, sangat dirasakan oleh dinas PUPR dan para perusahaannya, juga para TPK di desa – desa yang sedang melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur.
Diketahui, di tahun 2025 Dinas PUPR sedang merealisasikan pembangunan infrastruktur Jalan, TPT, Jembatan, bangunan kantor dan lain lain. Begitu juga halnya para TPK desa, juga sedang merealisasikan anggaran infrastruktur tahap I dan akan memasuki tahap II yang masih membutuhkan material bangunan cukup banyak.
Langka dan Mahal
Dampak penutupan kawasan tambang di Bogor Barat kini dirasakan para TPK di 416 desa se-Kabupaten Bogor, sulit mendapat pasokan material bangunan jenis batu, batu split dan Sirdam, makadam, serta pasir. Kalaupun ada rebutan, dan ini mengakibatkan harga material tersebut merangkak naik.
Ketua TPK Dramaga, Heri Suryana mengatakan bahwa saat ini memang sedang terjadi keterlambatan pasokan material dari wilayah Parung Panjang, Cigudeg, Rumpin ke pangkalan. Otomatis stock material bangunan di pangkalanpun menjadi sedikit bahkan tidak tersedia.
Material Didatangkan dari Luar Daerah
Menurut Heri, karena pembangunan harus terus berjalan, stock material terutama batu dipangkalan yang biasa suplai sedang kosong, maka pihaknya memesan dari luar daerah yakni dari Cilegon, Provinsi Banten.
Namun kata Heri, batu yang didatangkan dari luar daerah tidak cocok untuk dipasang jadi batu muka untuk Tembok Penahan Tanah (TPT) dan cocoknya hanya untuk dasar pondasi.
Harga Material Naik !
Pasokan material ke pangkalan mengalami kelangkaan dampak dari penutupan tambang di Bogor Barat. Untuk memenuhi kebutuhan material tersebut mau tidak mau harus mendatangkan dari luar daerah yang cukup jauh. Dan harga mengalami kenaikan sebesar 10 – 15 % per kubikasinya.
“Insya Allah meskipun harganya mengalami kenaikan tetapi masih dalam batas toleransi yang wajar, dan tidak terlalu berpengaruh terhadap RAB perencanaan, serta durasi waktu pengerjaan sesuai kontrak yang telah ditentukan,”kata Heri.
Senada dengan Heri Suryana, Ketua TPK desa Ciherang, Iman mengatakan hal yang sama bahwa terjadinya kelangkaan material di pangkalan langganannya, Ia akhirnya memesan material batu dan pasir dari wilayah Sukabumi dan Cianjur Provinsi Jawa Barat.
Menurutnya, karena jarak yang jauh biaya transportasinya cukup tinggi sehingga berpengaruh terhadap harga material itu sendiri. Kenaikannya diperkirakan mencapai 20% per kubikasinya.
“Meskipun harga relatif mahal, tetapi kami harus menyelsaikan pembangunan TPT, kami tetap berusaha semaksimal mungkin untuk membeli batu dan pasir dari luar daerah, agar waktu pengerjaan tahap II dapat terselesaikan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan,”tegas Iman.
Baik Heri maupun Iman, pihaknya berharap penutupan tambang sementara di Bogor Barat segera ada solusi terbaik, dan tidak berdampak semakin meluas, karena material dari Bogor Barat, saat ini sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur yang dibiayai dari APBD Kabupaten Bogor.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, M Hasani ST usai acara Reses beberapa hari lalu membenarkan, saat ini pasca penutupan tambang sementara di Bogor Barat terjadi keterlambatan pasokan material, seperti yang dikeluhkan teman – teman dari PUPR dan para perusahaannya.
“Penutupan sementara kawasan tambang, berdampak pada langkanya material dan memicu terjadinya kenaikan harga,”tandas Hasani.***