KORAN INDONESIA – AS menurunkan tarif impor produk Indonesia dari 32% menjadi 19%. Meski dianggap positif, Presiden Donald Trump menyebut langkah ini bagian dari kesepakatan dagang yang menguntungkan AS.
Ekonom dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Riandy Laksono, menyebut bahwa dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain seperti Vietnam yang dikenakan tarif 20%, Indonesia mendapat perlakuan yang lebih ringan.
Meski begitu, Riandy menekankan pentingnya pemerintah Indonesia untuk mencermati risiko tersembunyi dalam perjanjian ini, khususnya soal aturan mengenai pengalihan ekspor lewat negara ketiga atau transhipment.
“Tapi kita masih belum bisa berpuas diri karena masih sangat belum jelas bagaimana klausul transhipment akan diterapkan walau rate-nya tidak eksplisit seperti Vietnam sebesar 40%,” ujarnya, dilansir CNBC, Rabu, 16/7/2025.
Jika aturan transhipment diterapkan secara ketat, kata Riandy, hal ini berpotensi mengganggu rantai pasok di kawasan Asia, terutama karena banyak negara ASEAN bergantung pada bahan baku dari China.
“Jika yang dimaksud Trump transhipment adalah yang banyak pakai bahan baku China, maka kesepakatan ini belum tentu baik untuk kita,” tambahnya.
Riandy juga mengingatkan bahwa hingga kini belum ada kejelasan mengenai apa yang dimaksud dengan transhipment dalam kesepakatan tersebut. Tanpa definisi yang jelas, Indonesia bisa saja langsung terkena tarif tinggi.
“Tanpa kejelasan transhipment itu apa definisinya, kita bisa bayangkan kita start nya justru dapat tarif tinggi, sampai kita bisa membuktikan barang itu asli kita dan bukan transhipment,” tutupnya.
Baca juga: Trump Umumkan Tarif 30% untuk Produk UE dan Meksiko, Uni Eropa dan Meksiko Siap Balas