JAKARTA, KORAN INDONESIA – Donald Trump kembali mendorong ambisinya untuk meraih Hadiah Nobel Perdamaian. Dalam pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan sejumlah pemimpin Eropa di Gedung Putih pada 18 Agustus lalu, Trump menyatakan dirinya berhasil menghentikan sejumlah konflik dunia.
“Saya telah mengakhiri enam perang,” kata Trump. Sehari kemudian, ia meralat ucapannya. “Kami mengakhiri tujuh perang,” ujarnya kepada Fox News.
Trump memang tidak pernah menutupi keinginannya meraih penghargaan bergengsi tersebut. Bahkan sejak masa jabatan pertamanya, ia sudah beberapa kali mengklaim pantas mendapatkannya.
Pada 2019, misalnya, ia menyebut Perdana Menteri Jepang saat itu, Shinzo Abe, sempat mencalonkannya setelah pertemuan dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. Ia juga kerap membandingkan dirinya dengan Barack Obama yang memenangkan Nobel Perdamaian pada 2009, hanya sembilan bulan setelah menjabat.
“Mereka memberikannya kepada Obama. Dia bahkan tidak tahu untuk apa dia mendapatkannya. Dia ada di sana sekitar 15 detik dan dia mendapatkan Hadiah Nobel,” kata Trump.
“Dengan saya, saya mungkin tidak akan pernah mendapatkannya.”
Klaim Akhiri 7 Konflik
Setelah menyebut telah menghentikan “tujuh perang”, dilansir Sky News, Minggu, 24/8/2025, gedung Putih merilis daftar konflik yang dimaksud Trump:
- Armenia–Azerbaijan: Perjanjian damai diumumkan di Washington pada Agustus lalu.
- Thailand–Kamboja: Trump mengaku ikut menekan kedua pihak agar menerima gencatan senjata.
- Rwanda–Republik Demokratik Kongo: Trump menjadi tuan rumah penandatanganan kesepakatan, meski pemberontak M23 tidak terlibat.
- Israel–Iran: Trump menyebut berhasil menghentikan “perang 12 hari”, walau para analis menilai konflik hanya berhenti sementara.
- India–Pakistan: Trump mengklaim perannya dalam gencatan senjata, meski India membantah keterlibatan AS.
- Mesir–Ethiopia: Trump menyebut dirinya mencegah perang terkait Bendungan Nil, tapi klaim itu dibantah pemerintah Ethiopia.
- Serbia–Kosovo: Trump menyinggung kembali kesepakatan 2020, sekaligus mengaku mencegah ketegangan terbaru.
Para analis menilai sebagian klaim Trump berlebihan.
“Dia lebih fokus mengelola konflik, bukan menyelesaikannya,” kata Dr. Samir Puri dari Chatham House.
Sementara peneliti Henry Jackson Society, Dr. Theo Zenou, menyebut beberapa capaian Trump, seperti mediasi Armenia–Azerbaijan, memang patut diapresiasi, tetapi masih menyisakan banyak masalah.
Dorongan Nobel Perdamaian
Trump telah dinominasikan lebih dari 10 kali, termasuk oleh PM Israel Benjamin Netanyahu, PM Kamboja Hun Manet, serta sejumlah legislator dari AS, Swedia, dan Norwegia.
Meski begitu, para pengamat menilai rekam jejak Trump lebih banyak berupa “manajemen konflik” ketimbang “resolusi damai permanen”.
“Ukraina adalah satu-satunya tempat di mana rekam jejaknya akan benar-benar dinilai,” kata Dr. Puri.
Bagi Trump, keinginannya jelas.
“Mereka tidak akan pernah memberi saya Hadiah Nobel Perdamaian. Saya pantas mendapatkannya, tetapi mereka tidak akan pernah memberikannya kepada saya,” katanya saat bertemu PM Israel Benjamin Netanyahu awal tahun ini.
Baca juga: Menlu Belanda Mundur Usai Kabinet Buntu Bahas Sanksi Israel