KORAN INDONESIA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bahwa dari 8,8 juta pelaku judi online sepanjang tahun 2024, sekitar 3,8 juta di antaranya diketahui memiliki utang.
“Dari total pemain tahun ini, 3,8 juta orang tercatat berutang, termasuk kepada lembaga perbankan. Ini menunjukkan mereka berjudi sambil meminjam uang,” ujar Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam agenda Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) di Gedung PPATK, Jakarta.
Ivan menjelaskan bahwa angka tersebut naik signifikan dibandingkan data tahun 2023, yang menunjukkan bahwa dari 3,7 juta pemain, 2,4 juta di antaranya adalah peminjam.
“Pertanyaannya, jika mereka tidak bisa mengakses kredit bank tapi tetap harus memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan biaya pendidikan, dari mana mereka mencari pinjaman? Mereka akhirnya beralih ke pinjol (pinjaman online),” jelasnya.
Ivan menambahkan bahwa judi daring tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi, tetapi juga tekanan sosial yang berat bagi para pelakunya.
Lebih lanjut, data PPATK 2024 mengungkapkan bahwa kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah menjadi yang paling terdampak. Mereka bahkan menghabiskan hingga 73 persen dari pendapatan bulanan mereka untuk berjudi.
“Kalau dulu dari penghasilan Rp1 juta hanya Rp300 ribu yang dipakai untuk judi, sekarang bisa mencapai Rp900 ribu bahkan seluruhnya. Ini tren yang meningkat terus sejak 2017,” jelas Ivan.
Masih berdasarkan data PPATK, pada periode Januari hingga Maret 2025, sebanyak 71,6 persen dari total 1.066.970 pemain judi online berasal dari kelompok penghasilan Rp0–5 juta per bulan.
“Kalau kita lihat data tahun 2024, dari hampir 9,8 juta orang yang terlibat transaksi, 70,7 persen berasal dari kalangan berpendapatan rendah. Ini menunjukkan betapa luas dan seriusnya permasalahan judi online di masyarakat,” tutupnya.***
Ilustrasi: freepik