KORAN INDONESIA – Sehari menjelang Hari Raya Idul Adha masyarakat, khususnya umat Islam di seluruh Indonesia mempersiapkan hewan kurban pilihannya untuk dikurbankan.
Tentunya hewan kurban yang dipilih masyarakat yang berniat berkurban adalah hewan yang memenuhi syariat Islam, antara lain cukup umur, sudah ganti gigi, tidak cacat dan dalam kondisi baik dan sehat hewan kurban yang dipilihnya.
Lantas bagaimana caranya mengetahui hewan kurban yang dipilih itu sesuai syari’at Islam, simak penjelasan dosen Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University, Dr drh Herwin Pisestyani, MSi.
Menurut drh Herwin masyarakat agar lebih teliti dalam memilih hewan kurban, perlu mengenali penyakit yang dapat menjangkiti hewan kurban serta memahami kriteria kelayakan hewan secara medis dan syariat.
“Hewan kurban seperti sapi, kambing, dan domba rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk yang dapat menular ke manusia atau disebut zoonosis,” ujarnya.
Penyakit zoonotik hewan
Salah satu penyakit zoonotik yang umum menyerang kambing dan domba adalah orf, yakni penyakit kulit menular akibat infeksi virus pox. Ia menyebut, ciri khas penyakit ini adalah munculnya keropeng dan penebalan kulit di sekitar mulut, hidung, kaki, dan puting susu.
“Penularan ke manusia dapat terjadi melalui kontak langsung dengan keropeng hewan yang sakit, apalagi jika ada luka terbuka pada kulit,” jelasnya.
Lebih lanjut Dr Herwin menjelaskan, penyakit lain yang juga perlu diwaspadai adalah skabies, yang disebabkan oleh tungau seperti Psoroptes bovis dan Sarcoptes scabiei.
“Hewan yang terinfeksi biasanya menunjukkan gejala seperti gatal, bulu kusam, dan kerak-kerak pada kulit. Penularan ke manusia bisa terjadi melalui kontak langsung,”ujarnya.
Mycobacterium bovis menular ke manusia
Tak kalah berbahaya, tuberkulosis pada hewan yang disebabkan Mycobacterium bovis juga menjadi perhatian. Penyakit ini dapat menular ke manusia melalui udara yang tercemar atau konsumsi susu yang tidak dimasak.
“Penularan bisa terjadi jika seseorang menghirup debu atau tetesan air dari hewan yang terinfeksi atau melalui luka pada kulit,” imbuhnya.
Penyakit menular antar hewan
Selain zoonosis, terdapat juga penyakit menular antar hewan seperti pink eye, septicaemia epizootica, hepatic fascioliasis, diare, penyakit mulut dan kuku (PMK), serta lumpy skin disease. Penyakit-penyakit ini, jika tidak ditangani dapat menimbulkan kerugian ekonomi dan risiko kesehatan masyarakat.
Hewan kurban yang layak
Terkait kriteria hewan kurban yang layak, Dr Herwin menegaskan pentingnya memperhatikan aspek kesehatan dan syariat. Mengutip hadis riwayat Tirmidzi, ia menjelaskan bahwa hewan yang boleh dikurbankan adalah hewan yang sehat, tidak pincang, tidak buta, tidak kurus, dan cukup umur.
“Secara medis, hewan kurban yang sehat bisa dilihat dari kondisi fisiknya seperti berdiri tegak, mata bersinar, bulu bersih, serta responsif terhadap lingkungan. Nafsu makannya juga baik dan menunjukkan aktivitas normal,” terangnya.
Hewan kurban juga harus bebas dari cacat fisik seperti patah tanduk, robek telinga, atau ekor putus. Untuk memenuhi syarat usia, idealnya sapi dan kambing sudah berganti gigi permanen. Jika sulit ditemukan, kambing berumur satu tahun yang memasuki tahun kedua masih diperbolehkan.
Dalam rangka mencegah penularan penyakit antar hewan, Dr Herwin mengimbau panitia kurban agar melakukan langkah pencegahan yang sesuai dengan standar kesehatan hewan. Ia menyarankan agar panitia memastikan setiap hewan yang datang telah memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari dinas terkait.
“Selain itu, hewan harus ditempatkan di kandang penampungan sementara yang layak, diberi makan dan minum selama masa penampungan, serta dipuasakan 12 jam sebelum disembelih, namun air minum tetap diberikan,” ucapnya.
Jika ditemukan hewan yang sakit atau mati mendadak, lanjut Dr Herwin, panitia harus segera melaporkan ke petugas dinas yang menangani kesehatan hewan dan peternakan. Dengan demikian, risiko penyebaran penyakit dapat ditekan.***