KORAN INDONESIA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan lebih dari satu juta rekening yang diduga terkait tindak pidana berdasarkan hasil analisis dan pemeriksaan sejak 2020.
Koordinator Humas PPATK M Natsir Kongah menyebut, lebih dari 150 ribu rekening di antaranya adalah rekening nominee. Rekening-rekening itu diperoleh melalui jual beli ilegal, peretasan, dan cara melawan hukum lainnya.
“Terdapat lebih dari 150 ribu rekening adalah nominee, di mana rekening tersebut diperoleh dari aktivitas jual beli rekening, peretasan atau hal lainnya secara melawan hukum,” ujar Natsir dalam keterangan tertulis, Selasa (29/7/2025).
Rekening itu digunakan untuk menampung uang hasil kejahatan, lalu dibiarkan tidak aktif atau dormant. Lebih dari 50 ribu rekening bahkan tidak menunjukkan aktivitas sebelum menerima dana ilegal.
PPATK mencatat rekening dormant sering disalahgunakan dalam lima tahun terakhir, termasuk untuk kasus narkoba, korupsi, peretasan, dan jual beli rekening. Karena itu, PPATK akan menghentikan sementara transaksi pada rekening yang tidak aktif lebih dari tiga bulan, berdasarkan laporan dari pihak perbankan.
“Dana pada rekening dormant diambil secara melawan hukum baik oleh internal bank maupun pihak lain,” jelas Natsir.
Ia menyebut banyak rekening itu saldonya habis karena tetap dikenakan biaya administrasi. Setelah verifikasi dan pembaruan data, PPATK menghentikan sementara semua transaksi rekening dormant sejak 15 Mei 2025 untuk melindungi dana nasabah.
“PPATK melakukan upaya perlindungan rekening nasabah, tentunya agar hak dan kepentingan nasabah bisa terlindungi, uang nasabah tetap aman dan 100% utuh,” tegasnya.
Bagi nasabah yang keberatan, bisa mengisi formulir di link berikut.
Natsir menuturkan bahwa mengaktifkan kembali rekening cukup mudah, yakni dengan menyampaikan kepada bank atau PPATK apakah rekening tersebut ingin diaktifkan atau ditutup.***