JAKARTA, KORAN INDONESIA – Putin merespons pemindahan kapal selam AS oleh Trump dengan menggelar latihan militer bersama Tiongkok sebagai unjuk kekuatan aliansi mereka.
Trump sebelumnya mengonfirmasi bahwa dua kapal selam nuklir milik Angkatan Laut AS telah “semakin dekat dengan Rusia.”
Pernyataan tersebut muncul setelah adu argumen panas di media sosial antara dirinya dan mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional Rusia.
Dilansir dari Daily Mail, Senin, 4/8/2025, Rusia dan Tiongkok memulai latihan militer gabungan di Laut Jepang.
Kementerian Pertahanan Tiongkok menyatakan bahwa latihan dengan nama Sea-2025 itu digelar di dekat Vladivostok, kota pelabuhan besar Rusia di Pasifik.
Latihan itu melibatkan empat kapal perang Tiongkok, termasuk kapal perusak berpeluru kendali Shaoxing dan Urumqi.
Selama tiga hari ke depan, mereka akan melakukan simulasi penyelamatan kapal selam, operasi gabungan anti-kapal selam, pertahanan udara, pertahanan rudal, serta latihan pertempuran laut. Latihan akan diakhiri dengan patroli bersama di kawasan Pasifik.
Walau latihan ini telah dijadwalkan sebelumnya, waktunya bertepatan dengan keputusan Trump mengerahkan kapal selam berkekuatan nuklir ke sekitar Rusia.
Langkah ini diambil menyusul pernyataan kontroversial dari Medvedev yang memicu kekhawatiran lebih lanjut.
Dalam unggahannya di Truth Social, Trump menunjukkan kekuatan dan memberi peringatan keras kepada Rusia bahwa pernyataan provokatif bisa memicu respons militer serius, meski ia berharap situasi tak berujung pada konflik nyata.
“Berdasarkan pernyataan yang sangat provokatif dari Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia, saya telah memerintahkan penempatan dua kapal selam nuklir di wilayah yang tepat. Kata-kata sangatlah penting dan seringkali dapat mengakibatkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Saya harap ini tidak akan menjadi salah satu contohnya.”
Sementara itu, Medvedev melalui aplikasi Telegram menyinggung ancaman sistem senjata otomatis Rusia yang dikenal sebagai “Dead Hand”.
Ia memperingatkan Trump bahwa ancamannya terhadap Rusia bisa berujung pada konfrontasi langsung antara AS dan Rusia, bukan hanya konflik di Ukraina.
“Mengenai pembicaraan tentang ‘ekonomi mati’ India dan Rusia, dan ‘memasuki wilayah berbahaya’ – mungkin dia harus mengingat film favoritnya tentang ‘orang mati berjalan’, dan juga mengingat betapa berbahayanya apa yang disebut ‘Tangan Mati’, yang tidak ada di alam.
Dia harus ingat dua hal: 1: Rusia bukan Israel atau bahkan Iran. 2: Setiap ultimatum baru adalah ancaman dan langkah menuju perang. Bukan antara Rusia dan Ukraina, tetapi dengan negaranya sendiri. Jangan terjebak di jalan Sleepy Joe!”
Jepang sendiri menyatakan keberatannya terhadap latihan gabungan Rusia-Tiongkok, menyebut kerja sama militer mereka sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasional.
Beijing pun membalas kritik tersebut. Juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok, Zhang Xiaogang, mengatakan:
“AS telah secara membabi buta memamerkan kekuatannya di kawasan Asia-Pasifik dan berupaya menggunakan latihan militer sebagai dalih untuk mengeroyok, mengintimidasi, dan menekan negara lain, serta merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.”
Dalam wawancara dengan Newsmax, Trump menambahkan:
“Kapal selam itu semakin dekat ke Rusia. Kami selalu ingin siap. Saya ingin memastikan kata-katanya hanya sekadar kata-kata dan tidak lebih dari itu.”
Trump juga memberi batas waktu hingga 8 Agustus bagi Putin untuk menyatakan gencatan senjata di Ukraina, atau menghadapi sanksi ekonomi yang disebut “menghancurkan.”
Ia mengutus perwakilan khusus, Steve Witkoff, untuk mencoba memediasi perdamaian.
Serangan udara Rusia di Kyiv yang menewaskan 31 orang, termasuk lima anak-anak, menjadi pemicu ketegangan terbaru ini. Trump menyebut serangan itu sebagai “menjijikkan.”
Sementara lokasi pasti kapal selam AS tidak diungkap, para analis menduga kapal yang dikerahkan adalah kapal selam kelas Ohio, masing-masing mampu membawa 20 rudal Trident II D5 dengan jangkauan hingga 7.000 mil.
Seorang sumber di Rusia mengatakan pihaknya masih menunggu klarifikasi dari Washington terkait langkah Trump.
Sementara itu, Gedung Putih, Pentagon, dan Downing Street belum memberikan komentar resmi.
Kolonel Marinir AS (purnawirawan) Mark Cancian menyebut langkah Trump sangat tidak biasa dan mengisyaratkan bahwa:
“Ini adalah sinyal dalam bentuknya yang paling murni.”
Namun sejumlah pengamat menyerukan kehati-hatian, menilai bahwa pernyataan Medvedev tidak selalu mencerminkan kebijakan resmi Kremlin.
Baca juga: Menlu Sugiono Ikut Aksi Bela Palestina di Monas, Janjikan Kirim 10 Ribu Ton Beras