Trump Turun Tangan Damai Thailand-Kamboja, Ancam Hentikan Kerja Sama Dagang

Bagikan

JAKARTA, KORAN INDONESIA – Presiden AS Donald Trump turun tangan meredam konflik bersenjata tiga hari antara Thailand dan Kamboja di perbatasan.

Trump mengungkapkan bahwa pemimpin kedua negara telah sepakat untuk segera menggelar pertemuan demi mencapai kesepakatan gencatan senjata. 

Ia juga berusaha menjadi penengah dengan menyampaikan peringatan tegas, yakni tak akan melanjutkan perjanjian dagang jika konflik terus berlanjut.

“Kedua pihak menginginkan Gencatan Senjata dan Perdamaian segera,” tulis Trump, dilansir Kontan, Senin, 28/7/205.

Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menyambut baik upaya Trump dan menyatakan bahwa pemerintah Thailand secara prinsip mendukung gencatan senjata. 

Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya ingin melihat itikad baik dari Kamboja.

Phumtham mengomentari rangkaian unggahan Trump dari Skotlandia lewat Facebook dan mengatakan bahwa Thailand berharap Trump dapat menyampaikan langsung kepada Kamboja keinginan mereka untuk mengadakan dialog secepat mungkin.

Pertempuran ini disebut sebagai yang terburuk dalam 13 tahun terakhir antara dua negara tetangga di Asia Tenggara tersebut. Hingga kini, lebih dari 30 orang tewas dan 130.000 warga terpaksa mengungsi.

Sebelum adanya pernyataan Trump, kontak senjata terus berlangsung di berbagai titik perbatasan. 

Bahkan, bentrokan terbaru terjadi Sabtu pagi di wilayah pesisir Provinsi Trat, Thailand, dan Provinsi Pursat, Kamboja, lokasi yang terpisah lebih dari 100 kilometer dari zona konflik utama.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut menyatakan keprihatinan terhadap situasi tersebut. 

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, melalui perwakilannya, Farhan Haq, mengutuk jatuhnya korban jiwa dan mendesak kedua negara untuk menyelesaikan konflik lewat jalur diplomasi.

Namun, Trump belum memberikan rincian lebih lanjut soal bentuk perundingan yang telah disepakati Thailand dan Kamboja.

Thailand dan Kamboja sudah sejak lama berselisih soal wilayah perbatasan, terutama menyangkut kepemilikan kuil Hindu kuno Preah Vihear dan Ta Moan Thom. 

Kuil Preah Vihear sendiri pernah diputuskan menjadi milik Kamboja oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1962. 

Tapi, ketegangan kembali memuncak sejak 2008 saat Kamboja mencoba mendaftarkan situs tersebut sebagai warisan budaya dunia UNESCO.

Konflik terbaru dipicu oleh tewasnya seorang tentara Kamboja pada akhir Mei lalu. Sejak itu, ketegangan meningkat dan masing-masing pihak saling menyalahkan. 

Kamboja menuduh Thailand melakukan agresi militer secara sengaja, sementara Bangkok menyatakan tetap ingin menyelesaikan perbedaan lewat pembicaraan langsung.

Pada Jumat lalu, perwakilan Thailand di Dewan Keamanan PBB menyebut tentara mereka terkena ranjau darat yang ditanam di wilayah Thailand. Klaim ini dibantah keras oleh Kamboja, yang kemudian melakukan serangan balasan.

Trump, yang juga tengah mendorong kesepakatan dagang dengan sejumlah negara, menyatakan bahwa perdamaian menjadi syarat penting sebelum ia melanjutkan kerja sama perdagangan dengan Thailand dan Kamboja.

“Ketika semuanya selesai, dan perdamaian sudah di depan mata, saya berharap dapat menyelesaikan perjanjian perdagangan kita dengan keduanya!” tulisnya.

Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, selaku Ketua ASEAN, juga mendukung penyelesaian damai dan telah mengusulkan rencana gencatan senjata. 

Thailand menyatakan setuju secara prinsip, sementara Kamboja menyatakan dukungannya.

 

Baca juga: Meloni: Mengakui Palestina Sebelum Terbentuk Bisa Jadi Bumerang

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top