Jakarta, Di tengah ketidakpastian ekonomi global, pemerintah tak hanya fokus pada penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetapi juga memperkuat koordinasi antara pusat dan daerah serta mendorong partisipasi aktif para pekerja dalam menyuarakan persoalan di lapangan.
Hal ini ditegaskan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dalam acara Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia di Jakarta Timur, Rabu 23 April 2025. Ia menekankan bahwa tantangan ketenagakerjaan tidak bisa ditangani secara sentralistik semata.
“Banyak isu ketenagakerjaan justru muncul di tingkat lokal. Peran pengawas daerah belum optimal. Kalau mau ditarik ke pusat, regulasinya harus diubah dulu,” kata Yassierli, menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dalam menangani gejolak di dunia kerja.
Meskipun pemerintah tengah memfinalisasi pembentukan Satgas PHK, Yassierli menegaskan bahwa kekuatan sesungguhnya dalam menghadapi krisis justru terletak pada kolaborasi lintas aktor: kementerian, pemerintah daerah, perusahaan, hingga para pekerja itu sendiri.
“Kita ingin kantor kami menjadi rumah bagi semua pihak. Sistem pelaporan terbuka sedang kami siapkan agar persoalan bisa disuarakan langsung oleh pekerja,” ujarnya.
Yassierli juga menggarisbawahi pentingnya perubahan pola pikir di kalangan perusahaan. Dari data Kementerian Investasi, Indonesia memiliki lebih dari 100 ribu perusahaan menengah dan besar—yang menurutnya bisa menjadi ujung tombak dalam menciptakan sistem ketenagakerjaan yang lebih sehat dan adaptif terhadap perubahan.
“Ekosistem ketenagakerjaan ke depan harus dibangun bersama. Perusahaan, pekerja, dan pemerintah harus duduk satu meja,” tegasnya.
Dengan laju perkembangan teknologi dan perubahan kebijakan global yang serba cepat, ia mengajak seluruh elemen untuk meningkatkan ketahanan dan keterampilan agar tetap relevan dalam pasar kerja masa depan.
“Masa depan ketenagakerjaan bukan hanya soal bertahan, tapi juga soal bertransformasi,” tutupnya.