YABI Gandeng DIPI untuk Tingkatkan Efektivitas Konservasi Badak di Indonesia

Bagikan

JAKARTA, KORANINDONESIA.NET – Yayasan Badak Indonesia (YABI) telah resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) untuk meningkatkan efektivitas konservasi badak di Indonesia. Kerja sama ini ditekan di Jakarta, Senin (2 Juni 2025).

Direktur Eksekutif YABI, Jansen Manansang, mengatakan kooperasi ini didasari kesamaan pandangan terkait pentingnya meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan program konservasi badak di Tanah Air. Salah satunya dengan meningkatkan penelitian, pendidikan, dan kesadaran publik.

“Kami ingin meneliti lebih jauh tentang populasi, habitat, dan perilaku Badak Sumatera dan Badak Jawa yang ada di Indonesia,” ujar Jansen di Jakarta. “Kapasitas petugas dan peneliti di lapangan, tak terkecuali masyarakat lokal juga perlu ditingkatkan melalui berbagai pelatihan,” tambahnya.

Jansen melanjutkan, YABI dan DIPI juga sepakat untuk menerapkan pendekatan konservasi berbasis bukti. Artinya, setiap pengambilan keputusan akan didasarkan pada berbagai hasil penelitian ilmiah sehingga setiap perumusan strategi dapat diterapkan secara lebih efektif dan efisien.

Senada dengan Jansen, Direktur DIPI, Jatna Supriatna, juga mengatakan konservasi badak merupakan tanggung jawab semua pihak. Karena itu, dia mendukung YABI untuk melanjutkan kajian sosial ekonomi masyarakat setempat untuk membentuk model konservasi berbasis masyarakat.

“Kita harus melihat kegiatan masyarakat, apalagi jika berdampak terhadap perlindungan badak,” kata Jatna. “DIPI juga akan membantu YABI melakukan kampanye digital untuk mendidik masyarakat, meningkatkan kesadaran publik, dan memperluas dukungan publik,” sambungnya.

Populasi Badak Bertambah di TNWK

Kelahiran anak Badak Sumatera di Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung. (Istimewa)

Melalui dukungan semua pihak, YABI sebelumnya tidak hanya mampu melestarikan keanekaragaman hayati di wilayah Indonesia, tapi juga menaikkan jumlah Badak Sumatera di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Provinsi Lampung. Kini, total badak di TNWK disebut mencapai 10 ekor.

“Sebelumnya, kita hanya punya lima ekor Badak Sumatera di TNWK,” terang Jansen. Dengan hadirnya DIPI, Jansen berharap jumlah badak yang ada di alam juga dapat bertambah dengan kualitas genetik yang baik serta dengan kondisi habitat alam yang dapat menopang keberadaan satwa itu.

YABI dan DIPI juga akan mengkaji angka perburuan badak dan kerentenan ekosistem terhadap perubahan iklim demi menciptakan lingkungan yang optimal. Salah satunya dengan menerapkan teknologi terbaru yang dapat memantau dan mengawasi habitat badak secara real time.

Sesuai data YABI, populasi Badak Sumatera mencapai 145-200 ekor di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir, turun dari 400-700 ekor pada 1974. Hewan bercula itu kini mendiami Taman Nasional Gunung Leuser (60-80 ekor), Aceh (10-15), Taman Bukit Barisan Selatan (60-80), dan TNWK (15-25).

Konservasi badak di Indonesia tidak mudah. Sebab, selain jumlahnya tergolong sangat langka, kasus perburuan, perubahan fungsi hutan, dan penebangan hutan turut menurunkan jumlah populasi badak. Bahkan, delapan kantong populasi Badak Sumatera di wilayah Sumatera sudah punah.

Senasib dengan Badak Sumatera, populasi Badak Jawa juga terus menurun dan terancam punah. Sejak 1930-an, Badak Jawa hanya terkonsentrasi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Provinsi Banten. Kini, jumlahnya hanya 77 ekor yang tersebar di Cibandawoh, Cikeusik, Citadahan, dan Cibunar.***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top