Kepala P4W IPB University Ungkap Penyebab Longsornya Galian Tambang Gunung Kuda Cirebon Jawa Barat

Penampakan galian Gunung Kuda Kabupaten Cirebon yang longsor pada Senin, 2 Juni 2025
Bagikan

KORAN INDONESIA – Bencana longsor yang terjadi di area galian tambang Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, yang terjadi pada Senin, 2 Juni 2025, menimbulkan korban jiwa sedikitnya 21 orang meregang nyawa tertimbun hidup – hidup material longsoran tebing setinggi kurang lebih 20 meter.

Peristiwa bencana longsor yang menimbulkan korban jiwa tersebut, menjadi keprihatinan dan perhatian banyak pihak, termasuk Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB University.

Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB University, Prof Baba Barus  dalam keterangan resminya diterima Koran Indonesia mengatakan, penyebab utama longsor pada galian tambang Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon, diduga kuat berasal dari metode penggalian yang menciptakan lereng-lereng terjal.

“Kalau melihat penampakan visual dari media, cara penggalian yang membuat lereng terjal adalah penyebab utama. Kondisi ini kemungkinan besar diperparah oleh gangguan fisik-mekanik yang mengakibatkan timbulnya rekahan pada massa batuan atau tanah,” ucap Pakar Penginderaan Jauh dan Informasi Geospasial IPB University ini.

Selanjutnya menurut Prof Baba, rekahan tersebut melemahkan ikatan antarmaterial, sehingga menyebabkan runtuhnya massa batuan atau tanah yang dapat dikategorikan sebagai longsor jatuh (falls).

Lemahnya Pengawasan 

Bencana longsor ini lanjut Prof Baba, secara jelas menyoroti efektivitas pengawasan pemerintah terhadap perizinan dan aktivitas tambang. Meskipun telah ada peringatan, kejadian longsor menunjukkan bahwa pengawasan belum berjalan efektif. Hal ini mengindikasikan perlunya evaluasi ulang pelaksanaan fungsi pengawasan.

“Idealnya, pemerintah daerah harus memiliki basis data digital (database) yang tidak hanya mencatat perizinan, tetapi juga mampu memprediksi potensi masalah jika pelaksanaan aktivitas tambang tidak sesuai dengan standar yang berlaku,” jelasnya.

Prof Baba menyebut, database semacam ini dapat menjadi alat deteksi dini untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang. Ia menegaskan pengawasan yang lebih ketat, transparan, dan berbasis data.

Langkah tersebut, kata dia, penting untuk memastikan kegiatan penambangan berjalan sesuai aturan dan tidak membahayakan lingkungan serta masyarakat sekitar.

Selain itu, kata Prof Baba, agar aktivitas tambang tidak menimbulkan gangguan terhadap mata air lokal, kajian komprehensif mutlak dilakukan. Kajian tersebut juga dibutuhkan supaya kestabilan geologi wilayah tetap terjaga.

“Informasi yang beredar menunjukkan bahwa seharusnya sudah ada kajian yang mengindikasikan tidak adanya gangguan terhadap mata air dan kestabilan wilayah. Namun, perencanaan pascatambang yang matang seringkali terlewat,” ungkapnya.

“Lahan bekas galian harus direncanakan sedemikian rupa sehingga setelah aktivitas penambangan selesai, kondisi lahan menjadi lebih baik dan bermanfaat, bukan justru menimbulkan masalah baru.”tandasnya.***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top