Punya Mobil Listrik di Jakarta? Antara Bebas Ganjil Genap dan Harga Jual yang Bikin Ngelus Dada

Bagikan

JAKARTA, KORAN INDONESIA – Beberapa tahun belakangan ini, mobil listrik di Jakarta naik daun. Pemicunya macam-macam—dari insentif pemerintah, harga BBM yang naik turun kayak roller coaster, sampai kesadaran lingkungan yang mulai naik kelas.

Tapi kalau mau realistis, punya mobil listrik itu bukan cuma soal wow teknologi atau ngecas di mal pakai aplikasi.

Ada banyak pertimbangan yang harus dipikirin, apalagi kalau tinggal dan berkegiatan di Jakarta yang macetnya bisa bikin orang waras mendadak pengin naik sepeda.

Kelebihan Punya Mobil Listrik di Jakarta

1. Bebas Ganjil Genap dan 3 in 1

Ini salah satu daya tarik terbesar.

Mobil listrik dapet privilege masuk zona ganjil genap kapan pun tanpa mikirin plat nomor.

3 in 1? Nggak masalah juga.

Mobilnya boleh satu orang aja isinya, yang penting nol emisi.

Cocok buat kaum “ngantor sendirian tapi tetep pengin gaya”.

2. Pajak Murah Banget

Kalau biasanya pajak mobil bisa bikin dompet bergetar, mobil listrik sebaliknya.

Di DKI Jakarta, pajak kendaraan bermotor (PKB) untuk mobil listrik bisa nol persen.

Bahkan BBNKB (bea balik nama kendaraan bermotor) juga digratiskan.

Bayangin, punya mobil baru tapi bayarnya serasa punya motor bebek.

3. Biaya Operasional Lebih Murah

Isi “bensin”-nya alias ngecas, kalau dihitung-hitung jauh lebih murah daripada isi Pertamax full tank.

Perawatan mesin juga lebih simpel karena nggak ada oli mesin, filter udara, atau busi.

Yang penting baterai sehat dan sistem kelistrikan berfungsi normal. Cocok buat yang males ribet ke bengkel tiap tiga bulan.

4. Nyaman dan Antiribet

Suara mesin senyap, akselerasi instan, dan sensasi berkendara yang beda.

Mobil listrik tuh cocok buat stop-and-go di kemacetan Jakarta.

Nggak perlu gonta-ganti gigi atau denger suara mesin ngorok pas terjebak lampu merah.

Kekurangan yang Kadang Disembunyikan Brosur

1. Harga Jual Kembali Bisa Bikin Sedih

Ini realita yang jarang dibahas pas launching.

Mobil listrik, apalagi yang generasi awal, punya depresiasi harga yang lumayan tajam.

Kadang dalam 3 tahun, turunnya bisa lebih dari mobil bensin sekelas.

Baterai yang mahal, teknologi yang cepat usang, plus pasar bekas yang masih sepi bikin jual mobil listrik bekas jadi PR berat.

2. Jaringan Cas Masih Terbatas

Meski jumlah SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum) terus bertambah, kadang tetap aja kudu mikir-mikir: “Kalau ke luar kota, ngecasnya di mana?”

Di Jakarta sih oke lah, tapi coba jalan ke arah Bogor lewat jalur alternatif? Siap-siap berburu colokan kayak detektif.

3. Harga Masih Relatif Mahal

Meskipun insentif pemerintah bikin harganya lebih masuk akal, mobil listrik tetap belum semurah mobil LCGC. Untuk dapetin EV yang proper, setidaknya harus siap rogoh kocek ratusan juta.

Kalau beli karena “biar irit bensin”, ya perlu dihitung beneran: break even point-nya sampai mana?

4. Baterai = Barang Mahal

Kalau suatu saat baterai rusak dan garansi sudah lewat, siap-siap dapet tagihan yang bisa bikin mikir ulang soal gaya hidup ramah lingkungan.

Baterai EV bisa jadi 30–40% dari harga mobil. Memang sih tahan lama, tapi tetap aja, itu bom waktu yang harus disadari dari awal.

Worth It Nggak Sih?

Punya mobil listrik di Jakarta itu banyak enaknya, terutama kalau aktivitas harian cuma muter-muter kota.

Ganjil genap lewat, bensin hemat, pajak enteng, dan tampil kekinian. Tapi ingat, ini bukan keputusan impulsif. Harus dihitung matang dari kebutuhan, anggaran, sampai rencana pemakaian jangka panjang.

Karena pada akhirnya, mobil listrik bukan cuma soal gaya—tapi soal gaya hidup. Dan seperti semua gaya hidup lainnya, yang penting cocok dan konsisten. Jangan sampai niatnya ngirit malah bikin kredit tambah ketat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top