KORAN INDONESIA – Human Resources (HR) maupun karyawan mungkin masih bertanya-tanya, apakah karyawan kontrak berhak atas cuti menikah seperti karyawan tetap?
Jawabannya, iya. Karyawan kontrak berhak atas cuti menikah selama tercantum dalam perjanjian kerja dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Meski begitu, ada beberapa syarat dan ketentuannya, khususnya terkait status hubungan kerja dan isi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Hak Karyawan Kontrak Menurut UU
Karyawan kontrak atau PKWT diakui oleh hukum sebagai subjek yang memiliki hak-hak ketenagakerjaan. Hal ini ditegaskan dalam:
- Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (yang kemudian disempurnakan menjadi UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023)
- PP No. 35 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana terkait PKWT
Hak tersebut antara lain:
- Upah Minimum
Karyawan kontrak berhak mendapat upah paling sedikit sebesar upah minimum, sesuai ketentuan Pasal 88E UU Ketenagakerjaan. Hal ini berlaku meskipun masa kerja belum genap satu tahun.
- Cuti Tahunan
Karyawan kontrak berhak atas cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah bekerja selama 12 bulan berturut-turut. Hak ini wajib diberikan oleh pengusaha jika syaratnya terpenuhi.
- Tunjangan Hari Raya (THR)
Karyawan kontrak berhak atas THR jika telah bekerja minimal satu bulan terus-menerus. THR diberikan menjelang hari raya keagamaan sesuai masa kerja yang sudah ditempuh.
- Tunjangan Tetap dan Tidak Tetap
Pemberian tunjangan tetap dan tidak tetap tergantung pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
- Hak Saat PKWT Tidak Diperpanjang
Jika kontrak kerja (PKWT) tidak diperpanjang, karyawan berhak atas uang kompensasi. Kompensasi ini diberikan jika masa kerja minimal satu bulan terus-menerus.
- Kompensasi atas Masa Kerja
Besar kompensasi untuk masa kerja 12 bulan penuh adalah satu bulan upah. Jika masa kerja kurang dari atau lebih dari 12 bulan, maka dihitung secara proporsional berdasarkan rumus, yakni (masa kerja:12) x 1 bulan upah.
- Jika Kontrak Diakhiri Sebelum Waktunya
Apabila pengusaha mengakhiri PKWT sebelum waktunya, karyawan tetap berhak atas kompensasi sesuai masa kerja yang sudah dijalani. Untuk usaha mikro dan kecil, jumlah kompensasi bisa ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama.
Artinya, meskipun status kontrak, karyawan tetap berhak atas cuti menikah apabila hal itu diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
Dasar Hukum Cuti Menikah
Cuti menikah diatur dalam beberapa regulasi, antara lain:
- Pasal 93 Ayat 2 huruf (f) UU No. 13 Tahun 2003: Menyatakan bahwa pekerja berhak atas upah penuh saat tidak masuk kerja karena menikah (maksimal 3 hari).
- Pasal 29 Ayat 4 PP No. 35 Tahun 2021 (turunan UU Cipta Kerja): Menegaskan bahwa hak cuti seperti ini berlaku juga untuk pekerja PKWT selama tercantum dalam perjanjian.
- UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja: Memperkuat aturan bahwa perlindungan hak dasar pekerja, termasuk cuti khusus seperti cuti menikah, tetap berlaku bagi pekerja kontrak.
Aturan Cuti Menikah untuk Karyawan Kontrak
Berikut adalah poin-poin penting terkait cuti menikah untuk karyawan kontrak:
- Durasi Cuti
- 3 hari kerja (cuti khusus menikah, bukan bagian dari cuti tahunan)
- Berlaku untuk:
- Karyawan tetap (PKWTT)
- Karyawan kontrak (PKWT), selama tercantum dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan
- Syarat Administratif:
- Mengajukan surat cuti resmi
- Melampirkan bukti rencana pernikahan (undangan atau surat pengantar)
- Pembayaran Upah:
- Tetap menerima upah penuh selama cuti menikah
Bagaimana HR Menyikapi Cuti Menikah?
Penting untuk HR memastikan hak cuti menikah bagi karyawan, termasuk yang kontrak, sudah diatur dengan jelas dalam:
- PKWT
- Peraturan Perusahaan
- Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Kenapa Penting untuk Mencantumkan Cuti Menikah dalam PKWT?
Meski diatur dalam UU, pelaksanaan cuti menikah bagi pekerja kontrak sangat tergantung pada isi PKWT atau peraturan perusahaan.
Jika tidak disebutkan secara gamblang, khawatir memunculkan celah hukum yang bisa berdampak sebagai berikut:
Bagi Karyawan:
- Hal tidak dijamin secara tertulis karena tidak ada dalam perjanjian kerja
- Berisiko dianggap mangkir jika tetap mengambil cuti tanpa persetujuan tertulis
Bagi Perusahaan:
- Rentan terhadap gugatan (sengketa) atau aduan ketenagakerjaan
- Terlihat abai terhadap pemenuhan hak dasar karyawan, berisiko merusak citra perusahaan
Oleh karena itu penting untuk melakukan hal-hal berikut:
- Sering-sering perbarui format PKWT dengan tidak lupa mencantumkan hak cuti menikah
- Lakukan review secara berkala pada setiap kebijakan HR
- Gunakan sistem HRIS seperti Kantorku.id untuk memastikan kepatuhan dan efisiensi
Kelola Cuti Menikah Secara Profesional
Dengan mengelola cuti menikah secara profesional, maka akan memberikan dampak positif, antara lain:
- HR dapat meningkatkan employer branding
- Karyawan merasa dihargai dan lebih termotivasi
- Perusahaan dinilai profesional dan patuh hukum
- Proses administrasi cuti menjadi lebih ringkas dan transparan
Cuti Lainnya untuk Karyawan Kontrak
Selain cuti menikah, karyawan kontrak juga berhak atas cuti-cuti berikut sesuai ketentuan yang tercantum dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Ciptra kerja. Aturan tentang cuti-cuti tersebut muncul sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berikut cuti-cuti yang dimaksud:
- Cuti Tahunan (Seperti yang Sudah Dijabarkan di Atas)
Karyawan kontrak berhak atas cuti tahunan selama 12 hari, sebagaimana diatur dalam Pasal 79 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2020. Namun, hak ini baru bisa didapat setelah bekerja minimal 12 bulan berturut-turut.
- Cuti Hamil dan Melahirkan
Berlaku bagi semua pekerja perempuan, termasuk karyawan kontrak, tanpa syarat masa kerja.
Berdasarkan Pasal 82 UU Ketenagakerjaan, perempuan berhak cuti 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan, sesuai rekomendasi dokter atau bidan. UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) juga mengatur cuti melahirkan selama 6 bulan:
– 3 bulan pertama wajib
– 3 bulan berikutnya bersyarat, jika ada masalah kesehatan ibu atau anak
- Cuti Keguguran
Karyawan perempuan berhak atas cuti selama 1,5 bulan atau sesuai rekomendasi medis jika mengalami keguguran. Terdapat hak-hak tambahan dalam UU KIA, yakni:
- Waktu istirahat
- Kesempatan menyusui di tempat kerja
- Waktu mengurus anak
- Akses penitipan anak yang terjangkau
- Cuti Sakit
Karyawan kontrak berhak atas cuti sakit dan tetap menerima upah, sebagaimana diatur dalam Pasal 93 ayat 3, dengan rincian:
- 100% gaji untuk 4 bulan pertama
- 75% untuk 4 bulan kedua
- 50% untuk 4 bulan ketiga
- 25% untuk 4 bulan selanjutnya, sebelum PHK dapat dilakukan
- Cuti Haid
Diatur dalam Pasal 81 Ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003, karyawan perempuan berhak cuti saat hari pertama dan kedua haid jika merasa tidak nyaman, dan tidak perlu surat dokter.
- Cuti Berkabung
Karyawan kontrak juga mendapat cuti ketika ada anggota keluarga yang meninggal:
- 2 hari untuk suami/istri, orang tua/mertua, atau anak
- 1 hari untuk anggota keluarga lain yang tinggal serumah
- Lainnya
Cuti lain yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, antara lain:
- Istri melahirkan: 2 hari
- Istri keguguran: 2 hari
- Menikah: 3 hari
- Menikahkan anak: 2 hari
- Membaptiskan anak: 2 hari
- Mengkhitankan anak: 2 hari
Cuti menikah dan cuti lainnya bukan hanya hak karyawan tetap, tetapi juga hak bagi karyawan kontrak.
HR wajib memastikan bahwa hak cuti diatur secara eksplisit dalam PKWT atau peraturan perusahaan agar tidak terjadi konflik atau ketidakjelasan.***
Baca juga: Fresh Graduate Wajib Tahu! Ini Golongan dan Gaji PPPK 2025