KORAN INDONESIA – Busi jadi salah satu komponen penting dalam sistem pengapian sepeda motor. Tugasnya bukan main-main: membakar campuran udara dan bahan bakar agar mesin bisa menyala dan menghasilkan tenaga. Jadi, nggak heran kalau kualitas busi ikut menentukan performa motor secara keseluruhan.
Tapi, muncul pertanyaan: apakah gaya berkendara juga bisa memengaruhi umur busi?
Secara umum, gaya berkendara memang berpengaruh pada performa mesin dan efisiensi bahan bakar. Semakin halus dan stabil cara kita mengendarai motor, maka kerja mesin juga lebih ringan. Alhasil, konsumsi bahan bakar bisa lebih irit.
Nah, untuk urusan busi, gaya berkendara juga punya andil, meskipun nggak terlalu besar. Salah satu gaya berkendara yang bisa memperpendek usia busi adalah kebiasaan stop and go, alias sering ngerem mendadak dan tancap gas tiba-tiba. Pola ini bikin busi lebih cepat aus.
Selain itu, setelan karburator yang kurang pas juga bisa jadi masalah. Kalau setelan terlalu longgar, bahan bakar yang masuk ke ruang bakar jadi berlebihan dan nggak terbakar dengan sempurna. Akibatnya, busi jadi basah dan gampang rusak.
Untuk menjaga busi tetap awet dan performanya optimal, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan: campuran udara dan bahan bakar harus seimbang, kompresi mesin tidak boleh bocor, dan kondisi busi harus selalu bersih.
Lalu, kapan sih waktu yang tepat untuk ganti busi?
Sebenarnya gampang dikenali. Umumnya, busi perlu diganti setelah motor menempuh jarak sekitar 6.000 kilometer. Tapi kalau motor sudah mulai kehilangan tenaga, tarikan terasa berat, atau bensin jadi lebih boros, bisa jadi itu tanda busi sudah waktunya diganti.
Jadi, kalau ingin motor tetap bertenaga dan irit, jangan cuma perhatikan oli atau ban saja. Busi juga perlu dicek secara rutin, apalagi kalau cara berkendara kamu cenderung agresif.***
Baca juga: Mengenal ECU Remapping pada Motor Injeksi



