KORAN INDONESIA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa kepastian hukum adalah syarat mutlak untuk mendorong investasi dan mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
Dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (10/6), Yusril menyampaikan kekhawatirannya terhadap maraknya ketidakpastian hukum, terutama dalam aspek kepemilikan aset perusahaan dan tanah. Ia mencontohkan, sebuah perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT) yang sudah disahkan secara hukum dapat berpindah kepemilikan secara tiba-tiba tanpa prosedur yang jelas.
“Kita bisa kehilangan perusahaan begitu saja. Fenomena seperti ini semakin sering terjadi karena lemahnya kepastian hukum dan berusaha,” ujarnya.
Yusril juga menyoroti kasus sengketa pertanahan. Ia mengungkapkan, banyak masyarakat yang memiliki sertifikat tanah selama bertahun-tahun, bahkan sudah diakui negara, namun bisa dibatalkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan alasan cacat administrasi. Ironisnya, hal ini terjadi meskipun masyarakat telah melengkapi seluruh persyaratan yang dibutuhkan.
Lebih jauh, Yusril mengungkapkan bahwa kasus serupa juga terjadi pada tanah wakaf milik masjid. Menurutnya, lahan yang telah digunakan secara turun-temurun untuk kepentingan ibadah bisa saja diklaim oleh pihak lain dengan sertifikat baru.
“Bayangkan, masjid saja bisa diambil alih dengan cara seperti ini,” katanya.
Ia menilai, tanpa kepastian hukum yang adil dan menyeluruh, Indonesia akan kesulitan bersaing dengan negara-negara tetangga dalam menarik investasi. Yusril mencontohkan Malaysia dan Singapura yang memiliki pertumbuhan ekonomi lebih cepat karena menerapkan sistem hukum yang lebih pasti dan kuat, hasil warisan sistem hukum Inggris.
“Negara wajib hadir untuk menjamin dan menciptakan kepastian hukum yang adil. Tanpa itu, target pertumbuhan ekonomi 8 persen hanya akan menjadi angan-angan,” tutup Yusril.