KORAN INDONESIA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan bahwa tingginya tingkat pembuangan makanan di Indonesia berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar, yakni sekitar Rp551 triliun setiap tahunnya.
Menurut Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan di Bapanas, persoalan limbah makanan atau kelebihan pangan telah menjadi isu krusial yang harus mendapat perhatian lebih luas. Penanganannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor pangan, melainkan juga sektor lain seperti industri pariwisata.
“Besarnya jumlah makanan yang terbuang ini menimbulkan kerugian ekonomi yang ditaksir sekitar Rp551 triliun per tahun, atau kira-kira 4–5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,” ujar Nita dalam Forum Jejaring Industri Pariwisata Berkelanjutan yang berlangsung di Jakarta, Jumat.
Ia mengajak seluruh pihak, termasuk pelaku usaha di bidang pariwisata, untuk ikut ambil bagian dalam mengelola kelebihan makanan di sektor masing-masing, guna mewujudkan industri yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Data menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan limbah makanan dalam jumlah besar, yakni antara 23 hingga 48 juta ton setiap tahunnya. Dampaknya tidak hanya terhadap perekonomian, tetapi juga terhadap lingkungan, seperti meningkatnya emisi gas rumah kaca.
Sejak tahun 2022, Bapanas telah meluncurkan Gerakan Selamatkan Pangan (GSP) yang bertujuan untuk mengurangi sisa makanan secara terukur dan konsisten. Program ini dijalankan melalui kolaborasi lintas sektor, termasuk akademisi, dunia usaha, masyarakat, pemerintah, dan media.
Pada Desember 2022, Bapanas menjalin kerja sama resmi dengan enam asosiasi yang bergerak di sektor ritel, perhotelan, restoran, pusat perbelanjaan, industri makanan, dan jasa katering. Tak hanya itu, tiga organisasi pengelola makanan berlebih seperti Foodbank of Indonesia (FOI), FoodCycle Indonesia, dan Yayasan Surplus Peduli Pangan juga turut dilibatkan.
Langkah tersebut sejalan dengan instruksi Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, yang menekankan pentingnya sinergi dalam menangani pemborosan dan kehilangan pangan.
Strategi penyelamatan makanan sendiri diutamakan melalui langkah preventif, serta distribusi ulang makanan berlebih yang masih layak konsumsi melalui lembaga penyelamat pangan dengan standar keamanan yang terjaga.
Di sisi lain, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani Mustafa, menyatakan bahwa sektor pariwisata juga memiliki peran penting dalam mengurangi pemborosan makanan. Efisiensi, menurutnya, harus diterapkan mulai dari pengelolaan bahan baku hingga makanan yang sudah disajikan.
“Kita harus bisa menekan sisa makanan, baik yang belum dimasak maupun yang sudah jadi, di restoran atau hotel. Pengelolaan bahan makanan yang efisien perlu dilakukan sejak awal,” kata Rizki saat membuka acara.
Ia menekankan pentingnya membangun sistem yang memungkinkan efisiensi dalam setiap tahap pengolahan makanan, guna benar-benar mengurangi jumlah makanan yang terbuang, baik sebelum maupun sesudah diolah.***
Ilustrasi: Vlad Vasnetsov/Pexels