KORAN INDONESIA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa kondisi perang dagang yang tengah berlangsung secara global justru membuka peluang strategis bagi Indonesia.
“Dengan kebijakan tarif tinggi yang diterapkan Amerika Serikat terhadap barang-barang impor dari negara seperti Tiongkok (sebesar 145 persen), Vietnam (46 persen), dan Bangladesh (37 persen), Indonesia bisa mengambil alih sebagian pasar ekspor, khususnya untuk produk pakaian dan alas kaki,” ungkap Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani, dalam pernyataan resminya di Jakarta, Rabu.
Saat ini, kontribusi Indonesia terhadap pasar pakaian rajut AS baru sekitar 4,9 persen, sementara untuk pasar alas kaki hanya sekitar 9 persen—masih tertinggal dibandingkan dengan Tiongkok dan Vietnam.
Untuk memanfaatkan peluang ini, Apindo telah menyampaikan berbagai masukan strategis kepada pemerintah, seperti penguatan kerja sama bilateral lewat TIFA (Trade and Investment Framework Agreement), percepatan perjanjian CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement), serta peningkatan perlindungan terhadap industri dalam negeri melalui instrumen seperti anti-dumping dan safeguard.
Di sisi lain, Amerika Serikat dan China baru-baru ini mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif secara signifikan selama 90 hari—sebuah langkah penting dalam meredakan tensi dagang yang telah berlangsung lama antara kedua negara dan memberikan sinyal positif bagi kestabilan ekonomi global.
Kesepakatan tersebut diumumkan pada Senin (12/5) dalam pernyataan resmi pemerintah AS, setelah melalui perundingan intensif selama akhir pekan di Jenewa, Swiss.
Dalam kesepakatan itu, AS akan memangkas tarif terhadap produk China dari 145 persen menjadi 30 persen, sedangkan China akan menurunkan tarif atas barang-barang asal AS dari 125 persen menjadi 10 persen, paling lambat pada 14 Mei mendatang.
Meski hanya bersifat sementara, langkah ini menjadi tonggak penting dalam meredakan ketegangan perdagangan yang sudah berlangsung bertahun-tahun dan memberi harapan baru bagi perekonomian dunia yang selama ini dibayangi ketidakpastian.
Kedua negara juga sepakat untuk menjalin hubungan dagang yang lebih stabil, berjangka panjang, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.***
Ilustrasi: Freepik